Pernahkah Anda mendengar istilah “free trade” dan “fair trade” yang kerapkali menimbulkan kerancuan? Banyak pihak menganggap kedua hal ini sama, padahal keduanya memiliki perpektif yang sangat berbeda.
“Free Trade” berarti perdagan bebas sebuah konsep ekonomi yang selaras dengan Harmonizes Commodity Description and Coding System yang dikeluarkan World Custom Forum Organization. Sedangkan fair trade seringkali diatarikan bebas sebagai perdagangan yang mengutaman dialog dan komunikasi untuk membantu para pelaku perdagangan yang terpinggirkan oleh sistem perdagangan.
Dalam halaman situs International Fair
Trade Association, Asosiasi Internasional Perdagangan yang Adil menyebut
sembilan syarat agar sebuah perdagangan dapat disebut adil.
1.
Membuka peluang bagi produsen dari kalangan ekonomi lemah
2.
Transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Meningkatkan keahlian produsen
4.
Mendorong terbentuknya perdagangan yang adil dan merata
5.
Pembayaran dengan harga yang pantas melalui dialog dan prinsip
partisipasi sesuai dengan perkembangan
pasar
6. Menghormati kesetaraan gender
7.
Membentuk situasi dan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja
dan masyarakat
8. Tidak melibatkan pekerja anak
9.
Tidak merusak lingkungan hidup dan memberikan dampak bagi pembangunan lokal,
secara berkala mengurangi tingkat ketergantungan impor dan membudidayakan
produk lokal.
Meski merupakan terminologi yang masih asing, bagi banyak kalangan Fair Trade muncul sebagai
alternatif dari bentuk perdagangan bebas (free trade) yang bagi banyak kalangan sangat tidak adil. Untuk kita ketahui Fair
Trade muncul pertama kali sekitar tahun 1940an, ketika Ten Thousand Villages,
sebuah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) dengan Mennonite Central Committee dan
SERRV International mengembangkan mata rantai perdagangan untuk negara yang
sedang berkembang.
No comments:
Post a Comment