Tips Belajar Akuntansi

Manajemen Konflik

Jika dua orang berkumpul, maka siap-siaplah akan tejadi pertentangan baik disimpan di dalam hati maupun ditampakkan dengan perilaku. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa bila mereka berdekatan, pasti terjadi gesekan perasaan karena suasana hati manusia itu secara garis besar berkisar antara rasa senang, sedih, marah, dan takut (cemas). Komunikator ang handal dapat mengetahui suasana hati manusia dari penampilan wajahnya. Konflik tidak selamanya negatif, ada pla konflik yang menyebabkan positif, misalnya berkonflik karena persaingan secara sehat.Manager dan leader dalam menjalankan tugasnya pasti berhadapan dengan konflik. Untuk itu perlu dibekali bagaimana cara-cara mengatasi konflik.

Burns (1978: 37) menyatakan bahwa potensi konflik dapat melancarkan hubungan umat manusia, sekaligus menjadi kekuatan penyehat dan pertumbuhan, sebagaimana dapat pulas perusak. Tidak ada kelompok dapat hidup harmonis secara keseluruhan; yang demikian itu akan sepi dari proses dan struktur.

Sebuah organisasi selaykanya dikembangkan sebagai system yang mendorong upaya kerjasama antar manusia. Namun, dalam “kehidupan nyata” (the real world), organisasi akan selalu diwarnai oleh adanya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkat kekuatannya, baik secara positif dan negatif. Dalam situasi yang dinamis seperti sekarang ini, dapat dipikirkan untuk meminimalisasi kerusakan akibat konflik dan menanganinya secara produktif.

Konflik akan selalu menyelimuti pengalaman umat manusia. Pasti akan terjadi, bahkan dalam diri individu sekalipun; biasa disebut konflik intrapersonal (intrapersonal conflict). Konflik ini, sering muncul akibat pertentangan antara dua perasaan atau kepentingan, yang mendorong timbulnya stress. Di samping itu, konflik akan selalu muncul dalam pengalaman social, antar individu-individu, kelompok-kelompok, dan antara masyarakat dan kultur yang lebih luas lagi.

Konflik dapat terjadi di dalam (within) pribadi (person) dan unit social (intrapersonal, intragroup, atau intranational). Konflik juga dapat dialami antara (between) dua pihak atau lebih (interpersonal, intergroup, atau international). Konflik dalam kehidupan organisasional biasanya melibatkan konflik antarpribadi dan antar kelompok.

Hakekat Konflik

Pada hakikatnya, konflik pasti terjadi, berkonotasi negatif, hasil akhhir tergantung manajemennya, dan perlu dikenali. Munculnya konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar emosional, serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi. Penanganannya dapat dilakukan dengan cara konfrontasi agresif, manufer negatif, penundaan terus menerus, dan bertempur secara pasif.

Sumber konflik berawal dari sikap menghalangi sasaran perorangan, perbedaan sudut pandang, kehilangan otonomi/kekuasaan, dan kehilangan sumber yang mengakibatkan ketidak adilan, ancaman terhadap nilai/norma, dan perbedaan persepsi, tujuan,kebutuhan, kebutuhan dan nilai. Konflik dapat direspon dengan cara menghindar, mengakomodasi, menang/kalah, dan penyelesaian masalah (kolaborasi win-win).

Berdasarkan teori manajemen klasik (classical management theory), adanya konflik dipandang sebagai bukti perpecahan organisasi, yakni gagalnya pihak manajemen merencanakan dan melaksanakan pengendalian secara memadai. Sementara menurut pandangan hubungan manusiawi (human relation), konflik dipandang secara negatif sebagai bukti gagalnya pihak manajemen mengembangkan norma-norma yang sesuai dalam kelompok. Adapun teori administrasi tradisional lebih melihat organisasi yang sehat didasarkan kepada suasana yang harmonis, kesatuan, koordinasi, efisiensi, dan tertib. Hubungan manusiawi berupaya menciptakan iklim tersebut melalui suasana kerja yang menyenangkan, sedang aliran klasik menciptakannya melalui kontrol dan struktur organisasi yang ketat. Keduanya sepakat bahwa konflik cenderung merugikan, oleh karena itu harus dihindari.

Definisi Konflik

Pada dasarnya, tidak ada kesepakatan tentang definisi konflik di kalangan ahli (Thomas, 1976). Hal ini, tercermin dalam rumusan yang dikemukakan oleh mereka. Deutsch (1973: 10) memandang bahwa konflik akan muncul jika terjadi kesenjangan aktifitas.

Konflik ialah proses kegiatan A merugikan B sehingga menimbulkan perselisihan sehingga dapat menimbulan stres (Gibson, et.al, 2003). Konflik disebat juga fight, strungle, quarrel, defference, opposition, .and disagrement. Konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan stres bagi yang berkonflik. Konflik dapat terjadi dengan: (1) diri sendiri, (2) seseorang, (3) kelompok, (4) organisasi, (5) kelompok dengan kelompok, (6) kelompok dengan organisasi, dan (7) organisasi dengan oganisasi.

Pandangan perilaku menyatakan konflik adalah sesuatu yang wajar (alamiah) karena perbedaan perilaku dalam berorganisasi. Pandangan intraksionis menyatakan bahwa konflik adalah proses interaktif yang mendorong keharminisan, kedamaian, dan kerjasama untuk melakukan inovasi, perubahan dan peningkatan.

Pandangan Kontemporer tentang Konflik. Konflik dalam organisasi saat ini tidak dapat dihindari, endemic, dan legitimate. Hal ini, karena individu dan kelompok di dalam system social manusia interdependen dan selalu berkait dalam proses definisi dan redefinisi terhadap sifat dan rentang interdependensi mereka. Proses tersebut, misalnya, ditandai oleh fakta bahwa lingkungan tempat tinggal mereka berubah secara konstan. Barnard (1938) pernah menyatakan melekat dalam konsepsi kebebasan berkehendak dalam lingkungan yang terus berubah pola-pola social yang ditandai dengan negosiasi, stress, dan konflik.

Efek Konflik Organisasi. Konflik yang terlalu sering dan menguat dapat berdampak pada prilaku orang dalam organisasi. Penarikan diri secara psikososial, seperti alienasi, apatis, dan tidak peduli merupakan indikasi umum yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi organisasi. Penarikan diri secara fisik, seperti ketidakhadiran, keterlambatan, dan pengunduran diri merupakan respon terhadap konflik di sekolah sebagai akibat lemahnya system administrasi.

Tentu, konflik dalam organisasi pendidikan tidak diinginkan. Manajemen konflik yang tidak efektif dapat menimbulkan iklim yang memperburuk situasi dan memperluas frustasi, penuruan iklim organisasi, dan meningkatkan perusakan lebih lanjut. Sebaliknya, manajemen konflik yang efektif dapat mendorong kinerja yang produktif dan meningkatkan kesehatan organisasi dalam waktu yang lama.

Berdasar paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa konflik tidak dapat dilihat baik atau buruk begitu saja; eksistensinya netral. Dampaknya terhadap organisasi dan prilaku orang di dalamnya sangat tergantung kepada ketepatan cara yang diperlakukan. Hal ini, mengisyaratkan bahwa penyelesaian konflik di lingkungan Departemen Agama RI perlu menggunakan berbagai pendekatan dan multiperspektif.

Kinerja Organisasi. Untuk membicarakan konflik organisasi sebagai sesuatu yang baik atau buruk, fungsional atau disfungsional, mensyaratkan adanya criteria yang digunakan untuk membuat penilaian. Sebagai langkah awal, perlu digali dampak konflik terhadap kapabilitas organisasi sebagai sebuah system.

Pengukuran produktifitas organisasi dan pembahasan tentang relefansi system sekolah atau kondisi internal sekolah harus dikedepankan. Oleh karena itu, akibat konflik secara fungsional atau disfungsional terhadap organisasi harus dipahami dalam kaitannya dengan kesehatan organisasi, adaptabilitas dan stabilitas.

Sebagaimana kita ketahui, teori motivasi moderen menjelaskan bahwa tantangan, signifikansi, dan kebutuhan untuk memecahkan masalah menjadi cirri penting yang mampu membuat orang menjadi tertarik, senang, dan termotivasi. Demikian juga, konsep tentang kepemimpinan partisipatif mendasarkan kepada keyakinan bahwa banyak anggota organisasi memiliki gagasan bagus dan kualitas informasi yang memberi kontribusi positif untuk membuat kebijakan yang lebih baik dalam organisasi.

Thomas (1976) memandang bahwa Pertentangan pandangan-pandangan yang beragam sering menghasilkan gagasan mutu yang lebih unggul.

Persepsi Terhadap Konflik

Mitos terhadap konflik adalah: (1) kelemahan kepemimpnan, (2) kurang perhatian terhadap organisasi, (3) jika dibiarkan akan reda dengan sendirinya, (4) harus dipecahkan, dan (5) menyeybabkan marah dan merusak. Ada tiga pandangan terhadap konflik: (1) tradisional, (2) perilaku, dan (3) interaksionis. Pandangan tradional menyatakan konflik adalah negatif dan harus dihindari.






























































No. Lama (Dampak Negatif)Baru (Dampak Positif)
1.Semua konflik berakibat negatifKonfik dapat berakibat negatif dan positif
2.Harus dihindari (tradisional)Harus dikelola
3.Berdampak negatif bagi organisasi (disfuntional)Berdampak positif bagi orgnisasi (functional)
4.Mengganggu norma yang sudah mapanMerevisi dan memperbaharui norma yang sudah mapan
5.Menghambat efektivitas organisasiMeningkatkan efektivitas organisasi
6.Mengganggu hubungan kerja sama (menghambat komunikasi)Menambah intim hubungan kerja sama.
7.Mengarah ke disintegrasiMenuju ke integrasi
8.Menghabiskan waktu dan tenagaMenghemat waktu, dan tenaga.
9.Stress, frustrasi, tegang, kurang konsentrasi, dan kurang puasMampu menyesuaikan diri, dan meningkatkan kepuasan
10.Tidak mampu mengambil tindakanMampu mengambil tindakan

Munculnya konflik pada hakikatnya melalui tahapan-tahapan dinamis, dengan modus sebagai berikut: (1) Tidak merasa tertekan (biasa-biasa), (2) Agak tertekan, (3) Merasa tertekan
Negoisasi Konflik

Dalam setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam seluruh prosesnya, penting sekali bagi kita untuk memahami cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik :
1. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik).
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi).
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi).
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.

Dinsmore (1990) memberikan taktik untuk mengurangi konflik dengan cara mengikuti sarannya seperti tabel berikut ini.

Tabel . Taktik Mengurangi Konflik



















No.Strategi
1Meminimalkan konflik dengan atasan

  • Tempatkan dirinya sebagai “sepatu bos”

  • Anaalisis pola pikir boss

  • Jangan menyempaikan masalah kepada bos tetapi pemecahan masalahnya.

  • Dengarkan dengan baik infomasi bos untuk rencana dan pengembangan

  • Berkonsultasi dengan bos terhadap kebijakan, prosedur, dan kriteria.

  • Jangan memaksa bos

Meminimalkan konflik dengan bawahan

  • Temukan profesional dan tujuan personal anggota tim.

  • Jelaskan harapan Anda

  • Definisikan ukuran kontrol

  • Kembangkan toleransi kegagalan untuk membangkitkan kreativitas.

  • Beri umpan balik positif.

  • Beri kesempatan dan penghargaan

2Meminimalkan konflik dengan teman selevel.

  • Bantu kelompok mencapai tujuannya.

  • Bangun iklim kerjasama

  • Beri catatan kemajuan untuk membantu anda dari kelompok

  • Usahakan saluran komunikasi informal

  • Coba mereka dengan percobaan yang Anda inginkan.

Meminimalkan konflik dengan pelanggan

  • Dorong pelanggan menuju yang mereka inginkan.

  • Pelihara kontak tertutup dengan pelanggan.

  • Hindari kejutan

  • Siaplah melayani setiap level

  • Kembangkan hubungan informal sebaik mungkin.

  • Laksanakan proyek pertemuan reguler.


(Dinsmore,1990)
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
Share:

No comments:

Post a Comment