Tips Belajar Akuntansi

Matematika Trik's: Teknik Hitung Jari Tangan (bagian 1)

Oleh: Hafis Mu'addab


Tips menghitung dengan jari ini sudah cukup lama dan lazim diketahui. Teknik ini bahkan tidak hanya dikenal di Indonesia saja. Tips ini cukup mudah dipraktekkan dan tentu saja cukup praktis.


Berikut langkah-langkahnya:





  1. Gunakan jari anda dengan tiap jari mewakili angka tertentu, kelingking mewakili angka 6, jari manis = 7, jari tengah = 8, telunjuk adalah 9, dan 10 diwakili oleh jempol.

  2. Setiap angka yang akan dikalikan ditandai dengan ditekuk/dilipat. Misalnya 7×8 = maka tekuk 2 jari, kelingking dan jari manis di tangan satu dan 3 jari, kelingking, jari manis dan jari tengah di tangan lain(kiri dan kanan sama).

  3. Jumlahkan jari-jari yang ditekuk tadi( untuk 7×8 maka jumlah jari yang ditekuk adalah 2+3=5 jari. Kalikan angka ini dengan sepuluh (5×10=50)

  4. Kalikan jari yang tidak ditekuk dari kedua tangan (untuk contoh 7×8 diatas adalah: 3×2=6)

  5. Jumlahkan angka yang didapat dari poin (3) dan (4), yaitu 50+6= 56.

  6. Cobalah untuk menghitung angka-angka lain dengan catatan bahwa angka hanya boleh untuk angka 6 sampai 10.


Kemudian oleh Ibu Septi Peni Wulandani dikembang metode baru bernama Jarimatika (singkatan dari jari dan aritmatika) adalah metode berhitung dengan menggunakan jari tangan.


Metode ini sangat mudah diterima anak. Mempelajarinya pun sangat mengasyikkan, karena jarimatika tidak membebani memori otak dan “alat”nya selalu tersedia. Bahkan saat ujian kita tidak perlu khawatir “alat”nya akan disita atau ketinggalan karena alatnya adalah jari tangan kita sendiri.


Sebagai gambaran: dalam Jarimatika tangan kanan digunakan untuk satuan dan tangan kiri digunakan puluhan dan ratusan.


Angka 1 diwakili oleh jari telunjuk, 2 diwakili jari telunjuk dan jari tengah demikian seterusnya sampai 4 ditunjukkan ketika jari telunjuk sampai kelingking terbuka.
Angka 5 diwakili oleh jempol saja. Lalu 6 ditunjukkan dengan jempol dan telunjuk, demikian seterusnya hingga angka 9 ditunjukkan jika semua jari tangan kanan terbuka.



sehingga jika


Berikut beberapa rumus yang bisa dikembangkan :


Contoh: 1 + 2 = ............


maka dengan metode jarimatika dapat dihitung dengan cara


Lalu coba kita kerjakan latihan 2


Contoh: 3 - 1 = ...........


maka dengan metode jarimatika dapat dihitung dengan cara


Bagaimana jika soalnya perkalian, kita akan lanjutkan pada bagian kedua tulisan ini


(untuk lebih lengkap lihat: www.jarimatika.com)

Share:
Read More

Manfaat PTK Bagi Guru, Siswa dan Sekolah

Pernahkah diantara kita merasa sulit untuk mencari artikel pendidikan, buku-buku, atau bahan-bahan lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan? Jika hal itu terjadi tentu bukanlah hal yang mengherankan sebab, sejauh ini Indonesia hanya menyumbang 0,012 persen dari total publikasi ilmiah dunia. Apabila harus dibandingkan dengan negara tetangga, kita masih kalah oleh Thailand (0,086 persen), Malaysia (0,064 persen), Singapura (0,179 persen), dan Filipina (0,035 persen). Penyumbang terbesar publikasi ilmiah masih dipegang Amerika Serikat (30,8 persen)

Penelitian merupakan salah satu dari bentuk kegiatan pengembangan profesi guru yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Penetapan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit, serta Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaandan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993 Nomor 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karirkepangkatan dan profesionalisme guru. Dalam aturan tersebut, diantaranya dinyatakan bahwa untuk keperluan kenaikan pangkat/jabatan Guru Pembina/Golongan IVa ke atas, diwajibkan adanya angka kredit yang diperoleh dari kegiatan pengembangan profesi. Melalui sistem, angka kredit tersebut, diharapkan dapat diberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap pangkat guru yang merupakan pengakuan profesi dan kemudian akan meningkatkan kesejahteraannya. Beberapa bidang kegiatan pengembangan profesi guru terdiri dari: (1) melakukan kegiatan karya tulis ilmiah/karya ilmiah di bidang pendidikan; (2) membuat alat pelajaran/peraga atau alat bimbingan (3) menciptakan karya seni (4) menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum

Dari kelima kegiatan diatas penyusunan KTI merupakan kegiatan pengembangan profesi yang kian diminati. Hal ini menurut Prof. Suharsimi Arikunto (2007) disebabkan karena para guru menganggap KTI memiliki relevansi langsung dengan tugas fungsionalnya dalam pembelajaran dikelas. Namun demikian hal ini tidak dilanjuti oleh para guru. Dalam Harian Kompas, Edisi Jumat, 27 Maret 2009 : “Guru-guru pegawai negeri sipil di tingkat pendidikan dasar dan menengah sulit mencapai golongan pangkat di atas IV A karena kemampuan mereka dalam membuat karya tulis masih lemah. Padahal, membuat karya tulis menjadi salah satu syarat kenaikan pangkat. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional Tahun 2005, sekitar 1,4 juta guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Umumnya guru-guru tersebut berada di golongan pangkat III/A sampai III/D yang jumlahnya mencapai 996.926 guru. Adapun di golongan IV ada 336.601 guru, dengan rincian golongan IV/A sebanyak 334.184 guru, golongan IV/B berjumlah 2.318 guru, golongan IV/C sebanyak 84 guru, dan golongan IV/D ada 15 guru.


Rendahnya kegiatan penulisan karya tulis ilmiah guru juga mengandung arti bahwa pemahaman guru tentang penelitian tindakan kelas juga masih rendah. Padahal penelitian tindakan kelas memiliki manfaat bagi guru, siswa dan sekolah.

Manfaat penelitian tindakan kelas bagi sekolah

Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan. Menumbuh-kembangkan budaya ilmiah di lingkungan sekolah, untuk proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan. Memberikan nilai tambah (value added) yang positif bagi sekolah Menjadi alat evaluator dari program dan kebijakan pengelolaan sekolah yang sudah berjalan


Manfaat penelitian tindakan kelas bagi guru

Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini turut memperkuat relevansi pembelajaran bagi kebutuhan peserta didik. Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh. Memberikan nilai tambah (value added) bagi guru dalam menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung professionalisme dan karir pendidik

Menghasilkan laporan-laporan penelitian tindakan kelas yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para pendidik (guru) untuk meningkatkan kulitas pembelajaran yang penting dalam proses sertifikasi guru dan atau bagi guru negeri sebagai prasyarat kenaikan pangkat dari IVa ke IVb. Selain itu hasil-hasil penelitian tindakan kelas yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah

Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas sekaligus ketercapaian ketuntasan belajar siswa. Mewujudkan  kerja  sama,  kaloborasi,  dan  atau  sinergi  antarpendidik dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama. Memecahkan  masalah  dalam  pembelajaran  dan  meningkatkan  mutu pembelajaran.Peningkatan atau perbaikan kualitas keterampilan guru dalam penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya. Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa. Pembiasaan guru dalam memecahkan masalah dan pembelajaran berbasis hasil temuan penelitian secara empiris

Manfaat penelitian tindakan kelas bagi siswa
  
Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, kesenangan dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat. Memberikan bekal kecakapan berfikir ilmiah melalui keterlibatan siswa dalam kegiatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru

Berangkat dari ini semua maka sebagai guru, perlu melakukan perubahan dan berkomitmen pada diri sendiri dan lingkungannya untuk mulai aktif dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Sebab pada hakekatnya kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan.
Share:
Read More

Sang Guru Bangsa

Oleh: Hafis Mu'addab

Mantan Presiden RI ke 4 KH Abdurrahman Wahid telah berpulang ke Rahmatullah. Gus Dur memang selalu punya cerita unik dan menarik sampai akhir hayatnya. Tepat pada pukul 18.45 WIB di Rumah sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM).

Sebagai tokoh nasional, banyak hal patut kita teladani dari beliau. Berikut beberapa bagian dari biografi beliau:



BIOGRAFI GUS DUR

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.

Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya.

Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.

Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang.

Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi.

Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.

Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.

Reformasi NU

NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU.

Pada 2 Mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan memintanya mengundurkan diri. Namun, pada 6 Mei 1982, Gus Dur menyebut pilihan Idham untuk mundur tidak konstitusionil. Gus Dur mengimbau Idham tidak mundur.

Pada 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat oleh MPR dan mulai mengambil langkah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara.

Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu ini.

Gus Dur lalu menyimpulkan NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, dia mengundurkan diri dari PPP dan partai politik agar NU fokus pada masalah sosial.

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya.

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai pemerintah.

Pada 1987, dia mempertahankan dukungan kepada rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar.

Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai rezim, Gus Dur acap mengkritik pemerintah, diantaranya proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia.

Ini merenggangkan hubungannya dengan pemerintah dan Suharto.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.

Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim.

Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati intelektual muslim di bawah dukungan Soeharto dan diketuai BJ Habibie.

Pada 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung, tapi ditolaknya karena dianggap sektarian dan hanya membuat Soeharto kian kuat.

Bahkan pada 1991, Gus Dur melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan merencanakan acara itu dihadiri paling sedikit satu juta anggota NU.

Soeharto menghalangi acara tersebut dengan memerintahkan polisi mengusir bus berisi anggota NU begitu tiba di Jakarta.

Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan diri untuk masa jabatan ketiga. Kali ini Soeharto menentangnya. Para pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko, berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur.

Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat ABRI, selain usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU priode berikutnya.

Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang popularitasnya tinggi berencana tetap menekan Soeharto.

Gus Dur menasehati Megawati untuk berhati-hati, tapi Megawati mengacuhkannya sampai dia harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markasnya diambilalih pendukung Ketua PDI dukungan pemerintah, Soerjadi.

Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU.

Desember tahun itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998.

Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite Reformasi.

Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya.

Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDIP memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur.

Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM.

Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara dia juga menjadi tokoh pertama yang mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik.

Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya.

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolak memasukannya sebagai kandidat.

Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Di Pilpres putaran dua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput.

Agustus 2005, Gus Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama dalam soal pencabutan subsidi BBM.

Kehidupan pribadi

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat ini adalah Direktur The Wahid Institute.

Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, diantarnya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat dia harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial.

Dia ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM.

Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.

Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Gus Dur memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan, yaitu:

- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)

- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)

- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)

- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)

- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)

(*)

Sumber: www.wikipedia.com
Share:
Read More

Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Penelitian Tindakan dan Penelitian Tindakan Kelas



Oleh: Hafis Mu'addab

Untuk mengenal karakteristik penelitian tindakan kelas dengan lebih jelas berikut akan dipaparkan perbedaan penelitian tindakan kelas dengan penelitian formal yang lain




[caption id="attachment_73" align="aligncenter" width="293" caption="Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Penelitian Tindakan dan Penelitian Tindakan Kelas"][/caption]


Diadaptasi dari Dasna, 2007:4-5 dan Mills, 2003:4 (dalam Herawati,2009: 5)




Dan untuk mengenal karakteristik penelitian tindakan kelas dengan lebih jelas berikut akan dipaparkan perbedaan penelitian tindakan kelas dengan penelitian formal yang lain.



Tabel 1.1 Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Penelitian Tindakan


dan Penelitian Tindakan Kelas
































































Penelitian Formal



Penelitian Tindakan



Penelitian Tindakan Kelas



· Dilakukan oleh orang luar kelas, misalnya dosen, ilmuwan, mahasiswa yang melakukan eksperimen tertentu



· Dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas atau widyaiswara



· Dilakukan oleh kepala sekolah atau guru atau calon guru



· Dilingkungan dimana variable-variabel luar dapat dikendalikan



· Dikelas dan disekolah atau dalam pelatihan dan pembinaan guru



· Di kelas dan sekolah



· Sampel harus representatif



· Kerepresetatifan sampel tidak menjadi persyaratan penting



· Kerepresetatifan sampel tidak menjadi persyaratan penting



· Mengutamakan validitas internal dan eksternal



· Lebih mengutamakan validitas internal



· Lebih mengutamakan validitas internal



· Menuntut penggunaan analisis statistic yang rumit, signifikasi statistic yang ditentukan sejak awal, dan memeriksa hubungan sebab akibat antar variable



· Tidak menuntut penggunaan analisis statistic yang rumit


· Menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan apa yang terjadi dan memahami dampak suatu intervensi pendidikan (tindakan)



· Tidak menuntut penggunaan analisis statistic yang rumit


· Menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan apa yang terjadi dan memahami dampak suatu intervensi pendidikan (tindakan)



· Mempersyaratkan hipotesis



· Tidak selalu menggunakan hipotesis



· Tidak selalu menggunakan hipotesis



· Mengembangkan teori


· Tidak memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung



· Memperbaiki praktik pembinaan guru secara langsung



· Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung



· Hasil penelitian merupakan produk ilmu yang dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas



· Hasil penelitian merupakan peningkatan mutu pembelajaran dilingkungan tertentu tempat dilakukannya PT



· Hasil penelitian merupakan peningkatan mutu pembelajaran dilingkungan pembelajaran tertentu tempat dilakukannya PTK



· Berlangsung secara linear (bergerak maju)



· Berlangsung secara linear (bergerak maju)



· Berlangsung secara siklis (berdaur)



· Tidak kolaboratif dan individual



· Tidak kolaboratif dan individual



· Kolaboratif dan kooperatif



Diadaptasi dari Dasna, 2007:4-5 dan Mills, 2003:4 (dalam Herawati,2009: 5)



Share:
Read More

Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian Berbasis Kelas (selanjutnya disingkat PBK) merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan ”mengukur apa yang hendak diukur” dari siswa. Salah satu prinsip PBK yaitu, penilaian dilakukan oleh guru dan siswa. Hal ini perlu dilakukan bersama karena hanya guru yang bersangkutan yang paling tahu tingkat pencapaian belajar siswa yang diajarnya. Selain itu, siswa yang telah diberi tahu oleh guru tersebut, bentuk/cara penilaiannya akan berusaha meningkatkan prestasinya sesuai dengan kemampuannya. Prinsip PBK lainnya yaitu, tidak terpisahkan dari KBM, menggunakan acuan patokan, menggunakan berbagai cara penilaian (tes dan nontes), mencerminkan kompetensi siswa secara komprehensif, berorientasi pada kompetensi, valid, adil, terbuka, berkesinambungan, bermakna, dan mendidik.

Penilaian dalam Kurikulum 2004 merupakan penilaian otentik (Authentic Assessment) atau penilaian sebenarnya. Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri (Self Assessment), teman sejawat (Peer Assessment), dan guru (Teacher Assessment). Penilaian ini berlangsung selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian ini menggunakan kriteria penilaian atau disebut rubrik penilaian. Rubrik penilaian bisa dibuat oleh guru atau bersama siswa. Jadi dalam penilaian otentik ini kegiatan penilaian bersifat terbuka, bukan merupakan rahasia guru. Siswa bisa mengukur kemampuannya sesuai dengan rubrik penilaian yang ada.

Seperti telah disebutkan, bahwa penilaian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Untuk mengetahui pencapaian sejumlah kompetensi yang harus dikuasai siswa, penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2004 adalah Penilaian Berbasis Kelas (PBK). Penilaian Berbasis Kelas adalah penilaian yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya, Surapranata dan Hatta (2004:4) menyebutkan tujuan penilaian berbasis kelas sebagai berikut.

(1) Menjamin agar proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan kurikulum. Guru mengumpulkan informasi kemajuan belajar peserta didik melalui berbagai jenis penilaian kelas untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi yang telah ditentukan dalam KBK sesuai waktu yang telah ditentukan. (2) Memeriksa kelemahan dan kelebihan yang dimiliki peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. (3) Mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses pembelajaran. Melalui PBK guru dapat menganalisis kelemahan yang terjadi, sehingga pembelajaran yang lebih efektif dapat segera dilakukan. (4) Menyimpulkan Apakah peserta didik telah mencapai seluruh atau sebagian kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Kesimpulan itu sangat penting dilakukan sebagai bagian dari pelaporan yang disampaikan kepada peserta didik, orang tua, sekolah, atau pihak lain yang memerlukan pelaporan hasil pendidikan.

Dalam PBK perlu diperhatikan standar kompetensi yang terdapat dalam Kurikulum 2004. Standar kompetensi tersebut harus dicapai oleh peserta didik berdasarkan kriteria tertentu sebagai rujukan. PBK sebagai penilaian internal yang dilakukan oleh guru merupakan bagian eksternal yang dilakukan oleh pihak lain, misalnya ujian akhir nasional. Titik berat PBK adalah aspek perbaikan mutu pembelajaran dengan pedoman kurikulum. Pemanfaatan hasil PBK akan sangat beragam yang menunjukkan bahwa perbaikan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Fungsi Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian kelas oleh guru memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.

1)      Fungsi motivasi, yaitu penilaian guru harus mendorong motivasi siswa untuk belajar dan merasa kegiatan tersebut menyenangkan serta menjadi kebutuhannya.

2)      Fungsi belajar tuntas, penilaian kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa. Rencana penilaian harus disusun sesuai dengan target kemampuan yang harus dikuasai siswa pada setiap semester dan kelas sesuai dengan daftar kemampuan yang telah ditetapkan.

3)      Fungsi sebagai indikator efektivitas pembelajaran, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil.

4)      Fungsi umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh guru sebagai bahan umpan balik baik bagi siswa maupun untuk guru itu sendiri. Dalam hal-hal tertentu hasil penilaian juga dapat menjadi umpan balik bagi sekolah dan orangtua agar secara bersama-sama mendorong dan membantu ketercapaian target penguasaan kemampuan yang telah ditetapkan.

Prinsip Penilaian Berbasis Kelas

Mengacu ke kemampuan, penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur apakah siswa telah menguasai kemampuan sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara langsung dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut.

1)       Berkelanjutan, penilaian yang dilakukan di kelas harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar guru selama satu semester atau dan tahun ajaran.

2)       Didaktis, alat yang akan digunakan untuk penilaian kelas berupa tes maupun non tes harus dirancang baik isi, format, maupun tata letak dan tampilannya agar siswa menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian. Perancangan bahan penilaian kreatif dan menarik yang dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas penilaian.

3)       Menggali informasi, penilaian kelas harus dapat memberikan informasi yang cukup bagi guru untuk mengambil keputusan umpan balik. Pemilihan metode, teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas.

4)       Melihat yang benar dan yang salah, penilaian kelas hendaknya melakukan analisis terhadap hasil penilaian dan kerja siswa secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada siswa dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan siswa.

Kaitan Penilaian Berbasis Kelas dengan PBM

Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan efektivitas proses belajar mengajar. PBM akan berjalan dengan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh guru. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Keterkaitan dan keterpaduan antara penilaian dan PBM dapat dilihat pada siklus berikut.

PBK dikembangkan untuk mendorong guru agar mengajar lebih sistematikdan terarah, sehingga pihak-phak terkait seperti kepala sekolah, pengawas, peserta didik, maupun orang tua mamu melihat keefektifan proses pembelajaran. PBK ini mampu melibatkan peserta didik dan guru dalam memantau hasil belajar secara berkelanjutan.

Jenis penilaian dalam PBK sangat tergantung pada kompetensi dasar maupun indikator yang terdapat dalam kurikulum 2004. Secara umum, PBK terdiri atas ulangan harian, pemberian tugas, dan ulangan umum. Penilaian tersebut dilakukan antara lain meliputi: kumpulan kerja siswa (portfolio), hasil karya (product), penugasan (Project), unjuk kerja (performance), dan tes tertulis (paper and pencil test). Setelah melakukan serangkaian kegiatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka orang tua siswa akan menerima laporannya secara komunikatif dengan menitikberatkan pada kompetensi yang dicapai siswa di sekolah.
Share:
Read More

Peran Guru Dan Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan

Mencermati kualitas pendidikan nasional sebagaimana dipaparkan sebelumnya, maka perlu didiskusikan kembali siapa sebenarnya yang memiliki peran sentral dalam hal ini. Peran sentral yang dimaksud adalah peran dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Pihak yang yang dimaksud dan sangat berperan tidak lain adalah guru. Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dalam kaitan ini tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih adalah tugas guru sesuai dengan perannya dalam pembelajaran di kelas melalui interaksi langsung dengan siswa.  Selanjutnya guna menilai sejauhmana keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilakukan maka merupakan tugas guru pula untuk menilai dan mengevaluasi peserta didik. Teknik yang dilakukan guru untuk menilai dan mengevaluasi peserta didik ini, secara sederhana dapat diartikan sebagai penilaian atau evaluasi pendidikan.

Menurut Tyler (dalam Arikunto, 2003: 3) evaluasi didefinisikan merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauhmana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan seudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi ini dikembangkan oleh Cronbach dan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2003: 3) dengan menambahkan bahwa evalausi bukan sekedar mengukur sejauhmana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Dari dua definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa evaluasi pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.

Fungsi Evaluasi Pendidikan. Sangat diperlukan dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk : 1) Membuat kebijaksanaan dan keputusan. 2) Menilai hasil yang dicapai para pelajar. 3) Menilai kurikulum. 4) Memberi kepercayaan kepada sekolah. 5) Memonitor dana yang telah diberikan . 6) Memperbaiki materi dan program pendidikan

Bentuk-Bentuk Evaluasi Pendidikan dan Pembelajaran

Penilaian Kelas Otentik

Implikasi diterapkannya standar kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam mengimplementasikan standar kompetensi guru harus:
  • Mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah

  • Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

Prinsip-prinsip penilaian otentik:
  • Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from instruction)

  • Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work kind of problems)

  • Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esesnsi pengalaman belajar

  • Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik)

Tujuan Penilaian

Menurut Chittenden (1991), tujuan penilaian di kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada empat tujuan berikut.
  • Keeping track, yaitu menelusuri agar proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilaian agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh siswa.
  • Checking-up, mengecek kelemahan-kelemahan yang dalami peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru melakukan pengecekan kompetensi yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai oleh siswa.
  • Finding-out, yaitu mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Guru harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penialaian dan mencari penyebab proses pembelajaran tidak berjalam efektif.
  • Summing-up, yaitu menyimpulkan apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum.
Share:
Read More

Dasar Pemikiran Tentang BUMDes

Program pemberdayaan ekonomi dan peningkatan jaminan social masyarakat desa sudah semenjak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program-program ini dimasyarakat, beberapa hal diantaranya adalah (1) Program pemberdayaan ekonomi yang masih bersifat parsial dan sektoral, (2) Mensyaratkan pembentukan lembaga (unit pelaksana), yang tidak jarang tugas dan fungsinya tidak jauh berbeda dengan lembaga yang dibentuk pada program yang lain.(3) Berusia pendek dan belum bersifat berkelanjutan, jika program berakhir maka berakhir juga kerja lembaga tersebut Permasalahan ego-sektoral dari lembaga-lembaga tersebut tidak jarang menjadi permasalahan baru di desa. Daripada bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, tidak jarang lembaga ekonomi tersebut harus tumpang tindih dengan lembaga ekonomi yang lain.  Hal ini lebih disebabkan karena keberadaan lembaga-lembaga tersebut yang dibentuk melalui intervensi pemerintah, akibatnya justru menghambat daya kreativitas dan inovasi masyarakat desa dalam mengelola dan menjalankan mesin ekonomi di pedesaan. Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian.


Belajar dari kurang efektifnya pelaksanaan program yang sudah ada, satu pendekatan baru yang diharapkan mampu menstimuli dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan adalah melalui penyatuan pengelolaan kelembagaan ekonomi yang ada. Asset ekonomi yang ada didesa harus dikelola sepenuhnya  oleh  masyarakat  desa.  Bentuk kelembagaan sebagaimana disebutkan di atas dinamakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Badan usaha ini sesungguhnya telah diamanatkan  di  dalam  UU  No.32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan Daerah (bahkan oleh undang-undang sebelumnya, UU 22/1999) dan Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 Tahun 2005 Tentang Desa. Dalam UU Nomor 32  Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 213 ayat (1) disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Disebutkan pula  bahwa  tujuan  pendirian  BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUMDes yaitu (a) Peningkatan kemampuan keuangan desa, (b) Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan, (c) Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat (d) Penyedia jaminan sosial (e) Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa


BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa)  ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda).


Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Sedangkan tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati. Maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan).


Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan  komunitas  (development  based  community)  desa  yang lebih berdaya.


2. Pengertian BUMDes


Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes menurut Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didirikan antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Lebih lanjut, sebagai  salah  satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga  ekonomi pada  umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya  tidak  berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.


Terdapat 10 (sepuluh) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu:




  1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;

  2. Modal  usaha  bersumber  dari  desa  (51%)  dan  dari  masyarakat (49%) melalui penyertaan modal (saham atau andil);

  3. Dijalankan dengan berdasarkan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan serta  berakar dari tata nilai yang berkembang dan hidup dimasyarakat (local wisdom);

  4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada pengembangan potensi desa secara umum dan hasil informasi pasar yang menopang kehidupan ekonomi masyarakat

  5. Tenaga kerja yang diberdayakan dalam BUMDes merupakan tenaga kerja potensial yang ada didesa

  6. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan atau penyerta modal

  7. Pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dilakukan melalui musyawarah desa

  8. Peraturan-peraturan BUMDes dijalankan sebagai kebijakan desa (village policy)

  9. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;

  10. Pelaksanaan kegiatan BUMDes diawasi secara bersama (Pemdes, BPD, anggota).


BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan pendirian BUMDes, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturannya dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).


3. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMDes


Maksud pembentukan BUMDes adalah :

(1)   Menumbuhkembangkan perekonomian desa;

(2)   Meningkatkan Sumber Pendapatan Asli Desa;

(3)   Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan jasa bagi peruntukan hajat hidup masyarakat desa;

(4)   Sebagai perintis bagi kegiatan usaha di desa



Tujuan pembentukan BUMDes antara lain :

(1)   Meningkatkan peranan masyarakat desa dalam mengelola sumber-sumber pendapatan lain yang sah;

(2)   Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi masyarakat desa, dalam unit-unit usaha desa;

(3)   Menumbuhkembangkan usaha sektor informal untuk dapat menyerap tenaga kerja masyarakat di desa;

(4)   Meningkatkan kreatifitas berwira usaha Desa masyarakat desa yang berpenghasilan rendah


Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah merupakan perwujudan upaya memaksimalkan peran pengelolaan ekonomi produktif desa yang selama ini dilakukan oleh pemerintah desa. Peran ini perlu dilakukan secara kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable agar nantinya pengelolaan  BUMDes  tersebut  dapat  berjalan  secara efektif, efisien, profesional dan mandiri


Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan   (produktif   dan   konsumtif)   masyarakat   melalui   pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes. Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga menimbulkan keseragaman dari usaha-usaha yang dijalankan oleh BUMDes.


Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan ”kebutuhan dan potensi desa” adalah:




  1. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;

  2. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan dipasar;

  3. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat;

  4. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi;


BUMDes merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:




  1. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya;

  2. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa;

  3. Perdagangan   hasil   pertanian   meliputi   tanaman   pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis;

  4. Industri dan kerajinan rakyat.

  5. Kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga desa dan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat.
Share:
Read More