Kajian yang disampaikan Hokky Situngkir diatas merupakan bukti network science atau ilmu jaringan, sebuah cabang baru ilmu pengetahuan yang lahir dari pertemuan ilmu fisika dan ilmu sosiologi. Hal yang menarik dari ilmu jaringan adalah ia mempelajari
hal-hal yang terjadi di seputar kita. Bagaimana krisis moneter 1997 dapat
menyebar hampir ke seluruh Asia? Bagaimana gerakan mahasiswa 1998 berhasil
menumbangkan pemerintahan, tetapi gagal di waktu lain? Bagaimana perselisihan antardua
orang dapat bereskalasi menjadi sebuah konflik regional? Bagaimana penyakit
menular menyebar menjadi epidemik? Bagaimana ide atau tren budaya menyebar?
Meskipun pertanyaan- pertanyaan di atas tampak berbeda-beda,
sebenarnya itu semua adalah variasi dari satu pertanyaan: bagaimana perilaku
individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku kolektif? Masalah ini kita
sebut sebagai masalah agregasi yang merupakan salah satu masalah paling besar
dan mendasar dalam seluruh ilmu. Sebagai contoh, otak manusia bisa dikatakan
hanya sebagai kumpulan miliaran sel saraf yang saling terhubungkan membentuk
jaringan elektrokimia. Tapi bagi kita yang memilikinya tentu otak lebih dari
itu, ia juga memiliki kesadaran, ingatan, kepribadian yang tidak bisa
dijelaskan jika kita menganggap otak hanya sebagai kumpulan sel saraf.
Selama lebih dari 300 tahun ilmu modern telah berhasil
menjelaskan banyak fenomena alam dengan cara mereduksinya menjadi bagian-bagian
terkecil yang dianggap fundamental. Di sini diasumsikan jika kita mengerti
komponen paling dasar dari sistem, maka secara prinsip kita dapat mengerti
perilaku sistem. Cara berpikir seperti ini dapat ditemukan di banyak cabang
ilmu terutama fisika. Ini bukanlah cara berpikir yang tepat untuk mengatasi
banyak masalah modern. Pemenang Nobel Fisika Philip Anderson pada tahun 1971
menulis sebuah artikel penting berjudul More is Different di jurnal Science. Di
artikel tersebut, Anderson menjelaskan bahwa fisika telah sukses
mengklasifikasi partikel fundamental dan interaksinya untuk satu atom. Tetapi,
coba kumpulkan atom dalam jumlah besar, maka ceritanya menjadi lain sama
sekali. Oleh karena itu, kimia adalah ilmu tersendiri, bukan bagian dari
fisika. Selanjutnya biologi tidak bisa direduksi menjadi kimia, begitu pula
ilmu kedokteran bukan sekadar bagian biologi. Di skala yang lebih besar lagi
kita temukan ilmu ekonomi dan sosiologi yang tidak dapat dijelaskan hanya dari
pengetahuan psikologis, biologis, apalagi fisika.
Sampai akhir abad lalu, banyak ilmuwan kurang memperhatikan
masalah agregasi ini kecuali para sosiolog. Hampir seluruh masalah di sosiologi
adalah masalah agregasi: bagaimana aktivitas sekolompok individu dapat
menimbulkan efek sosial yang diamati. Inilah yang membuat sosiologi sangat
sulit.
Sistem sosial adalah sistem kompleks yang terdiri dari
individu-individu yang tingkah lakunya sering membingungkan dan tidak bisa
diprediksi. Tetapi jika individu berkumpul dalam jumlah cukup banyak kadang
kita dapat mengerti sifat dasar kelompok tanpa harus mengetahui perilaku detail
anggota kelompok. Di sinilah uniknya penelitian mengenai sistem kompleks. Di
satu sisi, meskipun kita tahu pasti perilaku individu ini tidak menjamin kita
dapat mengetahui perilaku kolektifnya. Sebaliknya, terkadang kita dapat
mengerti perilaku kolektif tanpa perlu mengetahui secara pasti karakteristik
dan sifat anggota kelompoknya.
Cerita berikut bisa memberikan ilustrasi. Beberapa tahun
yang lalu para insinyur listrik di Inggris bingung karena adanya lonjakan
pemakaian listrik tiba-tiba secara bersamaan di seluruh Inggris. Meskipun
lonjakan ini hanya berlangsung beberapa menit saja, tetapi cukup membahayakan
jaringan listrik di Inggris karena terjadi secara simultan. Akhirnya mereka
dapat mengetahui bahwa lonjakan tiba-tiba tersebut terjadi paling parah ketika
sedang berlangsung pertandingan final sepak bola liga Inggris, di mana seluruh
penduduk Inggris menontonnya di televisi masing-masing. Saat istirahat
pergantian babak, secara serentak mereka menyalakan kompor untuk memasak teh.
Secara individu orang Inggris sangatlah kompleks seperti halnya setiap manusia
di dunia. Tapi, kita tak perlu mengetahui banyak tentang mereka untuk
memprediksi lonjakan pemakaian listrik jika kita tahu bahwa orang Inggris
menyukai sepak bola dan teh. Untuk kasus ini individu dapat direpresentasikan
secara sederhana.
Jika individu dapat direpresentasikan secara sederhana, lalu
dari mana munculnya kompleksitas? Kompleksitas muncul dari interaksi
antarindividu. Sebagai contoh adalah gen manusia. Sekarang ahli biologi telah
mengetahui seluruh gen manusia. Tapi, ini bukan berarti kita dapat menjelaskan
kompleksitas manusia. Karena mengetahui susunan gen bukan berarti mengerti
fungsi gen-gen tersebut. Fungsi gen hanya dapat diketahui jika kita mengerti
interaksi antargen yang terjadi. Pola interaksi inilah yang bisa menimbulkan
kompleksitas yang hampir tak terhingga.
Sekarang kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk memahami
dinamika kolektif, pengetahuan tentang interaksi antarindividu sangat penting.
Kumpulan individu yang sama dapat menimbulkan efek yang berbeda jika
interaksinya berbeda. Pertengkaran antara dua orang yang berbeda agama dapat
membuat konflik religius tapi juga dapat berhenti di dua orang itu saja. Sebuah
bank yang bangkrut dapat merusak sistem perbankan nasional tapi dapat pula
tidak berpengaruh apa-apa. Interaksi berperan penting dalam menentukan hasil.
Pertanyaan selanjutnya adalah, pola interaksi seperti apa yang mampu membuat
perubahan besar sehingga kita harus perhatikan dan waspadai? Belum ada seorang
pun yang tahu pasti jawabannya. Tetapi para ilmuwan mulai menguak mencari
jawaban menggunakan hasil penelitian bertahun-tahun di dua bidang yang sepintas
tidak berhubungan: Fisika dan Sosiologi. Dari sintesa kedua bidang inilah
muncul ilmu baru yang dinamakan ilmu jaringan (networks science).
Jaringan dan fenomena dunia kecil
Ketika berbicara mengenai jarak, biasanya yang dimaksud
adalah jarak yang memisahkan tempat atau benda di ruang fisik. Jauh atau
dekatnya tergantung pada lokasi geografisnya. Mendefinisikan jarak dalam ruang
fisik adalah hal yang wajar karena memang jarak fisik paling mudah dimengerti.
Di lain pihak, sosiolog telah lama mengemukakan konsep jarak di luar ruang
fisik, yaitu jarak di ruang sosial yang dinamakan jarak sosial. Jarak sosial
memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan,
kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam interaksi sosial kadang
faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis
(fisik). Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya,
meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh.
Sekarang ini, ilmu sosial, fisika, matematika, dan ilmu
komputer telah bergabung untuk meneliti sebuah ruang baru yang sangat penting
untuk mengerti berbagai fenomena dunia modern. Ruang itu adalah ruang jaringan
(network space). Memang, matematikawan telah sejak lama mempelajari teori graf
yang berhubungan dengan jaringan. Tetapi selama ini jaringan dalam teori graf
diperlakukan hanya sebagai struktur statis. Dalam ilmu jaringan yang baru,
selain struktur statis juga dipelajari dinamika dalam jaringan.
Satu contoh menarik yang menggambarkan pentingnya ruang
jaringan berasal dari pengalaman ketika kita bertemu dengan orang yang tidak
kita kenal. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang beberapa saat, terkadang
kita menemukan bahwa kita dengan orang yang baru kita kenal tersebut ternyata
sama-sama mengenal seorang teman yang sama. Selanjutnya kita biasanya
mengatakan, "...memang dunia ini kecil." Pengalaman ini membawa kita
kepada apa yang disebut sebagai fenomena dunia kecil (small world phenomenon).
Fenomena dunia kecil ini bukan hanya menarik sebagai suatu
pengalaman anekdotal, tetapi juga menarik perhatian ilmuwan untuk melakukan
penelitian lebih serius. Eksperimen ilmiah pertama mengenai fenomena dunia
kecil dilakukan pada tahun 1967 oleh psikolog sosial Stanley Milgram di Harvard
University. Milgram melakukan eksperimen yang inovatif untuk meneliti jaringan
sosial. Dalam eksperimen ini terdapat dua kelompok peserta yang dinamakan
pengirim dan target. Pengirim diminta untuk menyampaikan pesan kepada target
yang telah dipilih sebelumnya. Kelompok pengirim diberi tahu biografi singkat
mengenai target seperti nama, lokasi, dan pekerjaannya. Dengan bekal informasi
ini, setiap pengirim berusaha menyampaikan surat kepada target dengan satu
syarat: surat hanya boleh dikirimkan ke orang yang dikenal oleh si pengirim.
Tentu jika pengirim mengenal target, maka ia dapat mengirimkan suratnya
langsung kepada target. Tetapi kemungkinan ini sangat kecil karena kelompok
pengirim pertama dan target dipilih secara acak, maka sangat besar kemungkinan
pengirim pertama tidak mengenal target. Jadi kelompok pengirim juga terbagi
dua, yaitu kelompok pengirim pertama dan kelompok pengirim lainnya yang
menerima pesan dari pengirim sebelumnya dalam suatu rantai pesan. Kelompok
pengirim pertama akan mengirimkan surat tersebut ke orang yang mereka kenal
yang akan membuat surat itu mendekati target. Orang yang menerima surat
selanjutnya menerima instruksi yang sama sehingga terbentuklah surat berantai menuju
si target.
Dalam eksperimennya, Milgram memilih secara acak 300 orang
peserta di Boston dan Omaha sebagai pengirim pertama. Milgram juga memilih
seorang target yang bekerja sebagai pialang saham di Boston.
Lalu Milgram
mengirim surat kepada seluruh peserta dengan instruksi bahwa mereka harus
mengirimkan surat-surat tersebut ke target yang berada di Boston melalui
orang-orang yang dikenal oleh mereka. Sehingga terbentuk surat berantai menuju
target yang berada di Boston. Surat berantai inilah yang menjadi alat untuk
meneliti jaringan sosial masyarakat Amerika pada saat itu. Yang diteliti adalah
peran jaringan sosial dalam suatu proses pencarian satu orang individu, yaitu
si target. Pertanyaannya adalah, berapa tahap yang dibutuhkan supaya
surat-surat tersebut sampai ke target?
Milgram memperoleh hasil yang mengejutkan, 60 surat sampai
ke target dan panjang rata-rata dari pesan berantai adalah enam. Secara fisik
jarak Omaha dan Boston cukup jauh, yaitu sekitar 2.000 kilometer. Jarak sosial
antara 300 responden dengan target pun tidak dekat karena mereka dipilih secara
acak. Meskipun secara geografis dan sosial mereka jauh terpisahkan, ternyata
mereka dalam ruang jaringan memiliki jarak jaringan yang pendek. Milgram
menarik kesimpulan bahwa orang-orang yang menurut persepsi kita terpisah dengan
jarak fisik dan jarak sosial yang jauh ternyata memiliki jarak jaringan yang
pendek seperti teman dekat kita.
Eksperimen Milgram menunjukkan bahwa selain ruang geografis
dan sosial, ruang jaringan penting untuk diperhatikan. Dalam jaringan sosial,
individu- individu dapat dipikirkan sebagai titik- titik yang dihubungkan satu
sama lain membentuk suatu jaringan sosial besar. Hubungan antara titik-titik di
jaringan tersebut merepresentasikan hubungan sosial, ekonomi, dan organisasi
antarindividu.
Hasil Milgram bahwa rata-rata dibutuhkan enam langkah untuk
menghubungkan siapa saja menjadi kultur pop di Amerika Serikat. Hal ini terjadi
setelah pada tahun 1990-an John Guare membuat pertunjukan teater Broadway
dengan judul Six Degrees of Separation. Selanjutnya Hollywood pun tak mau
ketinggalan membuat film dengan judul yang sama, Six Degrees of Separation,
yang dibintangi oleh Will Smith. Keduanya mempertunjukkan ide bagaimana setiap
orang di dunia hanya dipisahkan oleh enam orang perantara. Selain itu, konsep
six degrees of separation juga menjadi inspirasi untuk sebuah permainan di
Internet mengenai jaringan artis film di seluruh dunia. Permainan ini tersedia
di situs milik Departemen Ilmu Komputer Universitas Virgina (http://oracleofbacon.org/oracle/star_links.html).
Ide permainan ini adalah menghitung jumlah tahapan yang
diperlukan untuk menghubungkan dua artis film di dunia. Dua artis terhubungkan
jika pernah bermain bersama dalam satu film. Meskipun terdapat ratusan ribu
artis film di seluruh dunia, tetapi jarak jaringan antara mereka sangat dekat.
Jika kita gunakan situs di Universitas Virginia untuk mencari jarak antara,
misalnya, bintang Indonesia Dian Sastro dan bintang Hollywood Jodie Foster,
ternyata jaraknya hanya empat! Dian Sastro bermain bersama Frans Tumbuan dalam
Ada apa dengan Cinta?, Frans Tumbuan bermain dengan Martin Kove di film Without
Mercy, Martin Kove pernah bermain bersama Charles Napier di Extreme Honor, dan
Charles Napier bermain bersama Jodie Foster dalam film Silence of the Lambs.
Jadi pada jaringan bintang film dunia, jarak jaringan antara Dian Sastro dan
Jodie Foster adalah empat, ini jarak yang sangat dekat jika dibanding dengan
ratusan ribu bintang film yang ada di jaringan tersebut.
Meskipun ide tentang fenomena dunia kecil menjadi populer,
riset di bidang jaringan ini tidak banyak berkembang. Tidak berkembangnya
penelitian teori jaringan setelah Milgram disebabkan oleh tiga alasan. Pertama,
sangat sulit untuk melakukan eksperimen dunia kecil model Milgram dalam skala
besar. Kedua, data mengenai jaringan sulit diperoleh. Dan ketiga karena analisa
jaringan kompleks hanya bisa dilakukan oleh komputer modern.
Hasil Milgram bukan berarti bahwa ruang geografis dan ruang
sosial tidak penting. Ruang jaringan sosial justru dibentuk berdasarkan ruang
geografis dan ruang sosial. Kita lebih mungkin berkenalan dengan seseorang yang
tinggal di sekitar tempat tinggal kita, atau lebih mungkin mengenal seseorang
dari kelompok sosial yang setaraf dengan kita. Tetapi orang masih belum
mengerti hubungan antara ruang fisik dan sosial dengan ruang jaringan.
Meskipun demikian, keadaan mulai berubah sejak lima tahun
terakhir. Dimulai pada tahun 1998 ketika fisikawan Duncan Watts dan
matematikawan Steve Strogatz dari Cornell University membuat sebuah model
matematis yang mampu menjelaskan mengapa dan bagaimana fenomena dunia kecil
dapat terjadi. Jaringan yang memiliki sifat dunia kecil di mana anggota
jaringannya dapat dihubungkan satu sama lain dalam langkah yang pendek
dinamakan jaringan dunia kecil (small world networks). Penelitian mereka yang
diterbitkan di jurnal Nature memicu gelombang riset di bidang teori jaringan.
Para peneliti cepat menemukan bahwa fenomena dunia kecil tidak hanya ada di
jaringan sosial, tetapi juga terdapat di jaringan biologis, ekonomi, rekayasa,
dan budaya. Jaringan dunia kecil di antaranya ditemukan di jaringan listrik,
jaringan saraf, jaringan reaksi biokimia, jaringan direktur
perusahaan-perusahaan, jaringan kolaborasi ilmuwan hingga jaringan bintang
film.
Studi eksperimen dalam ilmu jaringan juga semakin
berkembang, terutama pada zaman Internet ini. Di Columbia University, New York,
saya bersama seorang bekas fisikawan yang telah menjadi profesor sosiologi,
Duncan Watts, dan seorang matematikawan lulusan MIT yang tertarik meneliti
masalah sosial, Peter Dodds, baru-baru ini menggunakan Internet untuk sebuah
eksperimen yang merupakan replikasi eksperimen Milgram. Eksperimen ini adalah
eksperimen pertama mengenai fenomena dunia kecil yang dilakukan dalam skala
global. Kami berhasil menjaring lebih dari 60.000 peserta dari 167 negara di
dunia untuk berpartisipasi dalam eksperimen dunia kecil
(http://smallworld.columbia.edu ). Seperti dalam eksperimen Milgram, para
peserta diminta untuk mengirimkan surat elektronik menuju 18 orang target di
seluruh dunia, termasuk di antaranya di Nikaragua, Siberia, Indonesia, dan
India. Peserta diminta mengirimkan pesan melalui situs kami sehingga kita dapat
mengikuti perjalanan pesan-pesan tersebut. Eksperimen kami yang telah
diterbitkan di jurnal ilmiah Science edisi 8 Agustus 2003 menemukan bahwa
panjang rata-rata rantai pesan untuk mencapai target adalah antara lima dan
tujuh. Rantai memiliki panjang rata-rata lima jika pengirim awal dan target
berada dalam satu negara, dan rata-rata tujuh jika pengirim awal dan target
berada di lain negara.
Pencarian di jaringan
Aplikasi menarik dari eksperimen sosial mengenai dunia kecil
ini justru ada di ilmu komputer. Kita perhatikan terdapat dua hal penting yang
saling berkaitan dalam fenomena dunia kecil ini. Pertama adalah masalah
struktur jaringan, yaitu apakah ada jalur singkat yang dapat menghubungkan
seluruh orang di dunia dalam tahapan yang pendek? Kedua adalah proses pencarian
sosial yang terjadi dalam struktur jaringan, yaitu jika jalur singkat itu ada,
apakah individu dapat menemukannya, dan jika dapat, bagaimana? Eksperimen dunia
kecil menunjukkan bahwa jalur singkat memang ada dan orang dapat menemukannya!
Artinya, meskipun jaringan sosial global sangatlah kompleks, individu dengan
informasi terbatas secara kolektif mampu melakukan proses pencarian sosial dan
berhasil.
Berhasilnya orang melakukan proses pencarian di jaringan
sosial global adalah luar biasa. Kita bandingkan proses pencarian dalam
jaringan komputer. Proses pencarian dalam jaringan komputer membutuhkan
database terpusat. Misalnya mesin pencari di Internet seperti Google atau Yahoo
memiliki pusat data sehingga memudahkan kita untuk memperoleh informasi di
jaringan Internet secara cepat. Tetapi database terpusat ini memiliki kapasitas
terbatas, semakin banyak data, maka semakin sulit dan mahal untuk memeliharanya.
Sedangkan dalam jaringan sosial tidak tersedia database terpusat yang memuat
informasi lengkap seluruh orang di dunia. Meskipun demikian, eksperimen
membuktikan orang tetap mampu melakukan proses pencarian sosial. Di sini kita
menemukan satu hal yang mampu dilakukan manusia tapi tak mampu dilakukan
komputer. Proses pencarian sosial ini sebetulnya sudah sering kita lakukan.
Misalnya ketika mencari koneksi untuk mendapatkan pekerjaan, atau ketika kita
melakukan networking dalam pesta atau kumpul-kumpul bersama teman. Kita
melakukan navigasi dalam jaringan sosial untuk menemukan orang yang kita
perlukan. Jika kita bisa mempelajari bagaimana individu melakukan pencarian
sosial tanpa database terpusat, maka suatu saat kita bisa terapkan pengetahuan
itu ke jaringan komputer untuk mendapat algoritma proses pencarian yang lebih
efisien.
Jaringan dan dinamika kolektif
Implikasi dari riset teori jaringan sangat luas. Meskipun
demikian, seperti halnya segala sesuatu yang baru lahir, ilmu jaringan diimpit
berbagai keterbatasan tetapi memiliki potensi yang luas. Ilmu jaringan masih
merupakan ilmu dasar yang membantu kita mengerti masalah. Mengerti permasalahan
adalah langkah krusial pertama sebelum pemecahan masalah. Seperti halnya
sebelum para insinyur membuat pesawat terbang, sebelumnya fisikawan harus
mengerti prinsip-prinsip mekanika.
Untuk melihat pentingnya peranan jaringan dalam penyebaran
ide, mari kita lihat contoh kasus suksesnya buku Harry Potter yang terjual
lebih dari 200 juta kopi di lebih dari 200 negara dan telah diterjemahkan ke
dalam 55 bahasa. Penjelasan untuk sukses yang fenomenal ini biasanya difokuskan
kepada buku Harry Potter yang memiliki kualitas luar biasa dengan cerita sangat
menarik sehingga disukai banyak orang. Mungkin ini memang benar. Tetapi, kadang
kita lupa buku Harry Potter ditolak berkali-kali oleh penerbit besar sebelum
diterbitkan penerbit Bloomsbury yang saat itu hanya sebuah penerbit kecil. Jika
memang kualitas bukunya eksepsional, mengapa tidak terlihat oleh para pakar
buku di penerbit besar? Jika ini memang yang terjadi, kemungkinan besar banyak
buku berkualitas lain yang tak pernah sampai ke toko buku dan banyak buku
berkualitas biasa-biasa saja sukses di pasaran. Artinya, ada kasus di mana
sukses atau tidaknya penyebaran suatu ide tidak hanya ditentukan oleh kualitas
ide tersebut. Jaringan di mana informasi mengenai ide tersebut mengalir
berperan penting. Harry Potter pertama kali diterbitkan tanpa bantuan marketing
yang luar biasa. Ia pertama kali terbit seperti halnya buku anak-anak biasa.
Berkat penyebaran informasi dari mulut ke mulut menggunakan jaringan sosial,
akhirnya orang mengetahui dan tertarik untuk membeli buku itu.
Proses penularan sosial (social contagion) dapat dicontohkan
pula oleh merebaknya tren di kalangan remaja. Di kalangan remaja Amerika
menyebar tren untuk memasang anting-anting di bagian tubuh selain telinga.
Seorang remaja yang diwawancara mengatakan, ia melakukannya bukan karena ingin
membuat orangtuanya marah atau mengikuti teman-temannya, tapi hanya karena dia
merasa "ingin melakukannya". Pertanyaan selanjutnya, mengapa dia
ingin melakukannya? Tak pelak dia akan menjawab bahwa itu adalah keputusan
pribadinya yang independen sebagai ekspresi kebebasan. Kebebasan dan
independensi adalah mantra utama kaum remaja Amerika. Tetapi, jika
diperhatikan, pola tren memasang anting-anting ini bukan fenomena independen.
Kita dapat melihat proses penularan sosial dari satu daerah ke daerah lain
dalam kalangan sosial tertentu. Ada pola teratur dalam penyebaran tren ini
meskipun para pelakunya mengklaim mereka melakukannya secara independen tidak
dipengaruhi orang lain. Dalam proses penularan sosial, secara sadar atau tidak,
keputusan yang diambil individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan tindakan
yang diambil menjalarkan dan memperkuat efek yang ada secara kolektif. Ini
adalah contoh proses pengambilan keputusan sosial (social decision making)
dalam munculnya tren. Karena informasi mengalir dalam jaringan sosial, maka
dalam proses pengambilan keputusan sosial, struktur jaringan penting dalam
menentukan seberapa jauh tren yang muncul tersebar.
Komputer dalam mencari pekerjaan atau menyelesaikan masalah
besar secara rutin kita menggunakan koneksi sosial yang kita miliki. Untuk
membuat keputusan dalam memilih restoran, memilih film apa yang akan ditonton,
atau memilih model telepon genggam apa yang mau dibeli, kita sering
memperhatikan nasihat atau tindakan teman-teman kita. Kita mengambil manfaat
dari jaringan sosial yang kita miliki. Di sisi lain jika misalnya komputer kita
terinfeksi virus komputer, komputer milik teman-teman kitalah yang paling
berisiko tertular. Apakah kita berhadapan dengan individu dengan masalah
sehari-hari atau dengan perusahaan raksasa yang yang perlu mengatasi sebuah
krisis, jaringan sosial berperan penting.
Hal paling mendasar dari skenario dalam kehidupan
sehari-hari di atas adalah pentingnya peran jaringan sosial di mana informasi,
pengaruh, dan sumber daya mengalir. Terkadang jaringan menguntungkan kita, dan
di lain waktu melukai kita. Menjadi bagian dari jaringan yang terkoneksi adalah
sekaligus baik dan buruk. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita selalu menjadi
bagian dari jaringan. Dalam jaringan setiap keputusan yang diambil adalah
keputusan kolektif. Setiap keputusan kita dipengaruhi dan mempengaruhi tindakan
orang lain, dan juga keputusan orang lain dipengaruhi dan mempengaruhi tindakan
kita.
Oleh karena itu, di era global yang terkoneksi ini, berpikir
menggunakan pola pikir jaringan menjadi keharusan.