Renald Kasali pernah bercerita bahwa 20
tahun yang lalu saai ia masih belajar Bahasa Inggris di Boulder,
Colorado pernah suatu ketika diajak oleh temannya dari Jepang untuk
makan siang. “Mau tidak, makan siang di Makuto Naruto ? tanya temannya
waktu itu. Penasaran dengan nama resto itu, akhirnya mereka berdua makan
siang disana. Ternyata yang dimaksud dengan Makuto Naruto tidak lain
adalah Mc Donald’s. Sehingga saya langsung tertawa, begitu sampai di
restoran. Sejak itu saya tahu bahwa orang Jepang ternyata kesulitan
untuk mengeja kata yang huruf penutupnya bukan huruf hidup. Jadilah, Mc
Donalds dilafalkan Makuto Naruto. Pertanyaan yang timbul sekarang,
“mengapa dengan bahasa Inggris pas-pas-an seperti itu mereka bisa
menguasai dunia dan ada dimana-mana? China, Korea, Jepang dan India
harus kita akui, merupakan perantau-perantau yang berhasil.
Imagination is important than knowledge (Einstein)
Kondisi berbeda juga ditampilkan oleh
Finlandia, disaat kebanyakan negara menggenjot siswanya dengan menambah
jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin
tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Finlandia malah
menetapkan jam sekolah hanya 30 jam perminggu dan memulai sekolah pada
usia 7 tahun. Namun berdasarkan hasil survei internasional yang
komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) menempatkan Finlandia dalam peringkat 1 dunia
dibidang pendidikan. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara
akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah
mental.
Dalam dua kondisi ini satu hal yang sama
adalah adanya keberanian yang sudah tertanam kuat melalui pola yang
sudah diberikan. Sebagaimana kita tahu bersama, proses belajar
mengajar harus dapat membangkitkan “keberanian” siswa, sehingga
dengan demikian dapat dibangkitkan alam bawah sadarnya, seperti yang
dikemukakan oleh Freud. Pada setiap individu ada alam bawah sadar,
yeng tersembunyi, terselubung, yang oleh Freud digambarkan sebagai
“ice berg”, sebuah gunung es. Hanya sedikit saja yang dapat
diungkapkan pada setiap diri individu dan sebagian besar lagi
sukar diungkapkan. Namun kita harus mengeksploitasi alam bawah
sadar tersebut untuk kegiatan kreatif produktif.
Guru harus mengembangkan cara-cara
berfikir siswa yang mau menyelidik, yang selalu memiliki rasa
“curiosity” sehingga “invisible paedagogic” (istilah dari Prof.
DR. Soepardjo A.), muncul kepermukaan. Guna mengembangkan spirit of
inquiry, dalam menggali invisible paedagogic ini, maka memberi hadiah
berupa materi, yang tidak mahal harganya, tetapi tinggi
nilainya, misalnya hadiah tanda tangan guru dalam buku pekerjaan
murid, hadiah berupa permen, cokelat dan sebagainya. Prinsip
penggunaan reinforcement ini adalah dengan penuh kehangatan,
antusias, jujur, tidak dibuat-buat, tepat pada waktunya, spontan,
tidak bersifat negatif, dan bervariasi. Apabila reinforcement
diberikan kepada murid tepat pada waktunya, jujur dan sebagainya,
maka reinforcemeent tersebut akan lama diingat oleh murid, bahkan
sampai anak dewasa, reinforcement tersebut akan masih terkenang,
dan membangkitkan dorongan keberanian, pada anak didik. Adanya
keberanian akan lebih mendorong kreativitas anak. Bagaimana pengaruh
reinforceement terhadap munculnya sifat kepemimpinan dan timbulnya
keberanian pada anak telah banyak diungkapkan oleh penelitian
yang dihimpun oleh Stogdill. Antara lain Stogdill mengungkapkan
dua anak yang selalu gagal dalam pelajaran, tidak mau lagi
berteman, karena tidak saling memilih, mereka cenderung memilih teman
yang sukses. Tapi setelah dua kali gagal tersebut, diberi satu
kali sukses, akhirnya mereka mau kembali berteman. Artinya
reinforcement, karena satu kali berhasil setelah dua kali gagal
membangkitkan harga diri mereka.
Oleh sebab itu dalam dunia pendidikan,
perlu dikembangkan pula proses pemikiran kreatif, guna menghadapi
masa depan yang masih jauh dan kompleks. Alvin Toffler menyatakan:
“In dealing with the future, at leaset for the purpose at
hand, it is more important to be imaginative and instinghtful
than to be one hundred percent “right” (Alvin Toffler, 1970). Jadi
pengembangan daya imaginasi adalah sangat penting bagi peningkatan
kreativitas buat masa depan, dan kuncinya dalam dunia
pendidikan ialah membangkitkan “keberanian’ anak didik melalui
berbagai cara. Dan inilah esensi apa yang pernah dikatakan Einstein,
imagination is important than knowledge, bahwa imajinasi lebih dar
sekedar ilmu pasti. Seorang guru perlu mengajarkan siswanya untuk tidak
berkata ‘impossible’ tapi katakan ‘i am possible’, yang berarti segala
sesuatu itu memang mungkin untuk dilakukan hanya saja kita belum
mencobanya.
No comments:
Post a Comment