Hal
ini begitu menghawatirkan kita semua ketika hanya 12 persen saja
anak-anak yang membawa bekal, dan lebih banyak diberi uang jajan padahal
banyak zat beracun di jajanan luar. Terlebih kebutuhan dasar yang
sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis,
psikologis, sosial maupun antropologis adalah pangan dan gizi. Keduanya
terkait erat dengan upaya peningkatan sumber daya manusia. Sehingga
dapat dikatakan salah satu upaya perbaikan dan peningkatan gizi tersebut
diantaranya adalah dengan gizi makanan jajanan pada anak sekolah.
Sejauh
ini meski dengan kondisi beragam dibeberapa sekolah telah memiliki
fasilitas kantin, sebagai penyedia makanan siswa. Namun, sekitar 84,30
persen kantin dari 640 sekolah di 20 provinsi di Indonesia belum
memenuhi syarat kesehatan. Angka itu dikemukan Prof Siti Madanijah,
dosen Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB,
berdasarkan hasil penelitian tentang sekolah sehat, yang dilakukan Pusat
Pengembangan Kualitas Jasmani Depdiknas pada 2007. Hal ini tentu
menjadi keprihatinan kita semua terlebih kualitas kantin sekolah turut
merefleksikan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh siswa disekolah
tersebut. Oleh sebab itu sejumlah peraturan diterbitkan guna mewujudkan
hal tersebut. Diantaranya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 39
pada 2008 tentang pembinaan kesiswaan, Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun 2005 tentang SNP, pasal 42 ayat 2 bahwa setiap satuan pendidikan
wajib memiliki sarana dan prasarana antara lain ruang kantin. Peraturan
lainnya yakni Permendiknas Nomor 57 tahun 2009, tentang pemberian
bantuan pengembangan sekolah sehat
Atas
semua realitas ini maka semua pihak perlu memiliki perspektif yang sama
tentang keterkaitan pendidikan dan kesehatan. Dimana anak yang sehat
akan dapat belajar dengan baik, dengan demikian kualitas sumber daya
manusia yang berkualitas dapat dihasilkan di sekolah. Pembinaan
kesehatan di sekolah merupakan strategi yang tepat dalam mengatasi
masalah kesehatan dan gizi, karena sebagian besar waktu anak sekolah
dihabiskan di sekolah dan sepertiga penduduk Indonesia adalah anak usia
sekolah
Potensi Kantin Sekolah
Anak
usia sekolah membutuhkan sumber energi yang cukup untuk menunjang
pertumbuhannya. Oleh karena itu, makanan yang disediakan untuk anak usia
sekolah seharusnya mengandung gizi yang baik dan dengan kualitas yang
terjamin, sehingga tidak mengganggu proses pertumbuhan (Arisman, 2004).
Salah satu lokasi bagi anak-anak usia sekolah mendapatkan makanan adalah
di lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah anak-anak beraktifitas
cukup banyak, sehingga memerlukan tambahan makanan selain makanan yang
mereka konsumsi di rumah. Kantin sekolah dan pedagang rombong yang
berjualan makanan dan minuman di sekitar sekolah menjadi tempat yang
selalu ramai dikerumuni anak-anak sekolah baik di waktu istirahat maupun
di waktu usai sekolah.
Layanan
kantin atau kafetaria merupakan salah satu bentuk layanan khusus di
sekolah yang berusaha menyediakan makanan dan minuman yang dibutuhkan
siswa atau personil sekolah. Good (1959) dalam bukunya Dictionary of Education mengatakan bahwa: “cafetaria a room or building in which public school pupuils or college student select prepared food and serve themselves”. Kantin
sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah maupun
perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa
yang dilayani oleh petugas kantin.
William H. Roe dalam bukunya School Business Management menyebutkan beberapa tujuan yang dapat dicapai melalui penyediaan layanan kantin di sekolah:
- memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih makanan yang baik atau sehat;
- memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata;
- menganjurkan kebersihan dan kesehatan;
- menekankan kesopanan dalam masyarakat, dalam bekerja, dan kehidupan bersama;
- menekankan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat;
- memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan baik;
- menunjukan adanya koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang industri; menghindari terbelinya makanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebersihannya dan kesehatannya.
Kantin
sekolah memberikan peluang untuk mengembangkan tingkah laku dan
kebiasaan positif di kalangan siswa. Kantin diperlukan karena tempat itu
sebagai tempat melepas lelah para siswa-siswi setelah melaksanakan
proses belajar mengajar. Perlu disadari, pada periode tahun 2010 sampai
dengan 2035, investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan sumber
daya manusia, dengan menyiapkan akses seluas-luasnya kepada seluruh anak
bangsa untuk memasuki dunia pendidikan mulai dari PAUD sampai Perguruan
Tinggi.
Safety Food First
Salah
satu solusi penting dalam menjaga keamanan pangan adalah menanamkan
budaya keamanan pangan. Dalam hal ini, pastinya budaya keamanan pangan
yang positif. Budaya yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan melakukan
tindakan yang menjamin makanan yang dikonsumsi terjaga dari bahaya
keamanan pangan. Budaya keamanan pangan dalam rumah tangga merupakan hal
yang paling dasar, sekaligus paling sulit dilakukan.
Menurut
General Manager Food Safety & Quality Excellence Center D.R.
Tirtasujana, tujuan akhir dari hal itu adalah untuk memastikan setiap
anggota keluarga melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif dari sudut
pandang keamanan pangan. Ini bukan pekerjaan satu-dua hari, tapi bisa
jadi puluhan tahun mengingat bervariasinya kondisi keluarga di Indonesia
jika dilihat dari sisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan
lain-lain, maka informasi mengenai keamanan pangan harus diberikan ke
dalam keluarga dalam bentuk yang bisa diterima oleh semuanya. Informasi
harus dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami, dan
disampaikan terus-menerus secara konsisten.
Oleh
sebab itu beberapa waktu yang lalu tanggal 12 April 2013 pemerintah
melalui Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim, serta perwakilan
Kementrian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan
tanggal 12 April sebagai Hari Bawa Bekal Nasional. Hal ini patut
diapresiasi sebagai bagian dari upaya menciptakan lingkungan sekolah
sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi peserta didik
serta mencapai keamanan pangan yang merata bagi anak-anak di seluruh
Indonesia. Membawa bekal makanan dari rumah bagi anak-anak sekolah,
selain untuk menjaga kebersihan dan kesehatan makanan yang mereka makan,
juga untuk membentuk kedekatan psikologis yang kuat antara orang tua
terhadap anak. Sebab apabila orang tuanya menyediakan bekal untuk dibawa
ke sekolah oleh anaknya, maka hal itu adalah salah satu bentuk
perhatian dan kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak,
Disisi
lain, budaya keamanan pangan juga perlu ditanamkan dalam lingkungan
sekolah. Untuk menciptakan budaya keamanan pangan di lingkungan sekolah,
semua pihak dalam sekolah juga harus dilibatkan. Ini berarti
melibatkan kepala sekolah, staf pengajar maupun administrasi, seluruh
siswa, serta tak lupa para penjaja makanan jajanan di dalam dan sekitar
sekolah. Caranya yang paling mudah adalah mulai dari atas, dari kepala
sekolah. Setiap kepala sekolah memiliki program yang jelas dalam
mendidik dan menanamkan budaya keamanan pangan bagi semua komponen
sekolah. Hasil dari penerapan program ini harus bisa diukur tingkat
keberhasilannya atau keefektifannya. Sehingga sekolah pada akhirnya
mampu menjadi bagian penting dalam melahirkan generasi emas tahun 2045,
saat bangsa Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya
No comments:
Post a Comment