Secara konsep, iklim lingkungan kerja di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, ethos, suasana bathin, dari setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim pada cuaca, iklim lingkungan kerja disekolah diukur dengan menggunakan rata-rata dari persepsi komunitas sekolah terhadap aspek-aspek yang menentukan lingkungan kerja. Persepi tersebut dapat diukur dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan anggota komunitas lingkungan, khususnya guru, maupun dengan cara yang lebih praktis dan ekonomis tetapi reliable, yaitu mengedarkan angket yang telah divalidasi.
Peran Penting Iklim Kerja di sekolah
Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain seperti kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala lingkungan, sekolah pembelajaran di kelas dan sekolah memegang peranan penting dalam pembentukan sekolah yang efektif. Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah ditengarai sebagai salah satu factor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al.,1989). Setahun kemudian Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik. Freiberg (1998) menegaskan bahwa iklim kerja yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses KBM yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal.
Hasil-hasil penelitian selaras dengan dan mendukung terhadap penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru, serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim kerja sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga menunjukkan hubungan antara iklim kerja sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung, iklim kerja sekolah memberi efek terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah.
Instrument untuk Mengukur Iklim Lingkungan Kerja
Pengembangan dan pembuatan kuisioner atau angket untuk mengukur lingkungan kerja suatu organisasi atau institusi dimulai sekitar tahun 1960. Pace dan Stern (1958) mengembangkan kuisioner ‘College Characteristic Index’ (CCI) untuk mengukur persepsi dosen dan mahasiswa terhadap 30 karakter dari lingkungan psikososial tingkat universitas. Bersumber dari kuisioner tersebut, Stern (1970) mendesain kusioner ‘High School Characteristic Index’ (HSCI) untuk mengukur iklim lingkungan psiokososial di sekolah menengah. Dua buah instrument pengukur iklim lingkungan kerja yang paling banyak dipakai adalah ‘Organisational Climate Description Questionnaire’ (OCDQ) yang dikembangkan oleh Halpin dan Croft (1963) dan ‘Work Environmnetal Scale’ (WES) yang dibuat oleh Moss (1974). Kedua instrument ini dijadikan acuan oleh Rentoul dan Fraser (1983) untuk membuat ‘School Level Environmnet Scale’ atau SLEQ, dan Giddings dan Dellar (1990) dalam mengembangkan ‘School Organisational Climate Questionnaire’ (SCOQ) yang lebih sesuai untuk mengevaluasi iklim lingkungan kerja di sekolah menengah
No comments:
Post a Comment