Tips Belajar Akuntansi

Appreciative Inquairy (AI)

Secara sederhana appreciative inquairy (AI) dapat diartikan sebagai seni dan praktek bertanya yang memperkuat kapasitas manusia dan sistem untuk menciptakan masa depan yang penuh dengan harapan. Secara lebih serius, AI adalah metode yang mentransformasikan kapasitas sistem manusia untuk perubahan positif dengan menfokuskan pada pengalaman positif dan masa depan yang penuh dengan harapan. AI dapat diterapkan diberbagai bidang selama fokusnya adalah manusia dan sistem manusia. Sistem manusia dapat berarti manusia sebagai suatu makhluk yang utuh, dapat juga berarti keluarga, komunitas kelompok, organisasi bahkan kota.


AI pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider dan Suresh Srivastva di Case Western Reserve University di Clevelenad, Ohio. Dalam sepuluh tahun terakhir ini Ai sangat populer dan banyak dipraktekkan di berbagai wilayah dunia, seperti mengubah budaya organisasi, melakukan transformasi komunitas pinggiran, menciptakan pembaharuan organisasi, mengarahkan proses merger dan akuisisi dan menyelesaikan konflik. Dalam bidang sosial, AI digunakan untuk memberdayakan komunitas pinggiran, perubahan kota, membangun pemimpin religius, dan menciptakan perdamaian. Dalam dunia pendidikan, AI digunakan untuk perubahan budaya penyusunan rencana strategis, dan perubahan proses pembelajaran. Dalam pengelolaan SDM, AI diterapkan untuk melakukan wawancara seleksi, membentuk model kompetensi, penilaian kinerja, coaching dan mentoring, serta membentuk tim kerja. Selain itu, AI diterapkan juga untuk penciptaan keluarga, desain pendidikan anak, terapi individu dan terapi kelompok


AI berangkat dari dua hal pokok, apresiatif dan inkuiri. Apresiatif adalah apersepsi awal tentang sikap positif bahwa semua hal yang terjadi memiliki hikmah. Inkuri adalah pengembangan sikap untuk bertanya tentang sesuatu, tentang apa yang mampu diperoleh, tentang peluang-peluang strategis yang dapat diwujudkan. Untuk menerapkan 2 hal ini, terdapat 5 (lima) tahap siklus yang dikenal sebagai siklus 5D sebagai berikut:



Melalui penerapan AI dalam model pendidikan dan pelatihan guru yang ingin diwujudkan adalah peningkatan kecerdasan apresiatif guru. Kecerdasan apresiatif oleh Thatchenkery (Thatchenkery & Maetzker) dijelaskan sebagai “ the ability to reframe a given situation to recognize the positive possibilities embedded in it but it is not aparent to the untrained eye, and to engage in the necessary actions so that the desired outcomes may unfold from generative aspects of the current situation”.


Terdapat 3 (tiga) komponen kecerdasan apresiatif dapat dilihat dalam tabel berikut:

(i) Reframing (pembingkaian ulang)

Kemampuan untuk memiliki pandangan untuk membingkai ulang dan melihat potensi yang ada namun tidak terlihat


(ii) Appreciating the positive (sikap positif)


Kemampuan untuk menentukan aspek yang bernilai positif dan berharga


(iii) Seing how the future unfolds from the present (masa depan tidak terkait dengan kenyataan saat ini)


Kemampuan untuk menghubungkan hal-hal positif yang diketemukan dengan gambaran masa depan yang menjadi visi untuk diwujudkan


Indikator-indikator dalam kecerdasan appresiatif antara lain: kemampuan peserta pelatihan dan pendidikan yang muncul dalam perilaku positif, optimisme, kreatifitas, percaya diri/kemandirian, kerjasama, konsentrasi belajar, keberanian mengambil inisiatif, kemampuan pengelolaan masalah, kemampuan pengelolaan waktu, dan kemampuan komunikasi.

Share:

No comments:

Post a Comment