Sebagai amanah dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pelatihan dan pembinaan merupakan proses peningkatan kualitas kompetensi guru yang bertujuan tidak lain untuk mengembangkan profesi itu sendiri. Dalam kaitan ini menurut Lewis (2002) ada 8 (delapan) prinsip pelatihan dalam peningkatan kompetensi guru, antara lain sebagai berikut :
No. | Prinsip-prinsip | Keterangan : |
1. | Eksperensial | mengupayakan keterlibatan guru dalam tugas kongkrit mengajar, melakukan penilaian (assessment, dan melakukan pengamatan terhadap siswa. Pelatihan memberikan kesempatan seorang guru untuk berfikir dalam mengenai tujuan mendasar pelajaran-pelajaran tertentu, keterkaitan pelajaran dengan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan perkembangan kemajuan sekolah, sekaligus keterkaitan pelajaran tersebut dengan kurikulum yang lain |
2. | Fokus pengembangan berasal dari guru | pertanyaan dan keingintahuan guru menjadi dasar pengembangan profesi. Guru diharuskan untuk mampu menemukan cara terbaik dan kreatif yang dapat membantu siswa dalam rangka penguasaan kompetensi suatu pelajaran |
3. | Melibatkan pakar yang berasal dari dalam dan luar sekolah | melalui pelibatan banyak pihak didalam pelaksanaan pelatihan diharapkan hasil atau penignkatan kualitas pembelajaran yang diperoleh dapat bersifat obyektif dan dipertanggungjawabkan |
4. | Kolaboratif | harus kita pahami bahwa isolasi adalah musuh dari peningkatan kualitas. Pelatihan yang menuntut guru untuk bersikap terbuka, secara tidak langsung akan memberikan kesempatan guru untuk menambah khazanah pengetahuan sekaligus pemahaman guru mengenai pelajaran yang menjadi fokus research lesson. Sehingga pada gilirannya secara potensial kualitas guru akan terus mengalami peningkatan yang berarti. |
5. | Berpusat pada realitas | mengembangkan apa yang nyata dibelajarkan, sekaligus bagaimana membelajarkannya |
6. | Berkelanjutan | pelaksanaan berkesinambungan, tidak hanya satu kali (one shot). Didalam pelatihan seorang guru dituntut untuk merumuskan tujuan jangka pendek hingga tujuan jangka panjang dari sebuah penguasaan pelajaran. Selanjutnya, tahap pertama dari Pelatihan tidak lain adalah hanya merupakan langkah pertama dalam peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. |
7. | Berdasarkan bukti | merespon terhadap bukti mengenai siswa serta perkembangan siswa dalam kegiatan pembelajaran. pelatihan menuntut guru untuk mampu melihat permasalahan melalui mata siswa. Melalui angket dan perangkat penelitaian diharapkan terkumpul beragam informasi dalama rangka peningkatan kualitas pembelajaran. |
8. | Tidak berdiri sendiri | dikaitkan dengan aspek-aspek lain perubahan yang terjadi disekolah. Peningkatan kualitas siswa harus pula ditunjang oleh pengkondisian lingkungan sekolah yang mendukung tumbuhnya kultur ilmiah, agar apa yang dicapai dikelas dapat lebih bermakna. |
Dalam andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan pendekatan partisipatif, dalam proses belajar yang melibatkan elemen-elemen:
- Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
- Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif
- Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik
- Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar
- Merencanakan pola pengalaman belajar
- Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metode dan teknik yang memadai
- Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Ini adalah model proses.
Oleh karena itu dalam memproses interaksi belajar dalam pelatihan orang dewasa kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu. Dengan begitu maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah memaksakan program atau kurikulum dari atas, dari instansi, dari dinas, yang mereka buat di atas meja terlepas dari kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi.
No comments:
Post a Comment