Tips Belajar Akuntansi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. OJK telah resmi bertugas saat Mahkamah Agung mengambil sumpah sembilan anggota Dewan Komisioner OJK dengan ketuanya Muliaman Hadad pada Juli 2012 lalu. Pendirian lembaga ini, dilatarbelakangi oleh dibutuhkannya lembaga yang berwenang  melakukan pengawasan, pengaturan, penindakan di industri perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non-bank. Tentu kita tidak boleh berspekulasi selain dari pada itu meski Kasus Bank Century yang belum juga tuntas sampai saat ini, mungkin dapat dijadikan dasar penilaian mengapa perlunya lembaga super ini dibentuk.

Dalam ketentuan peralihan undang-undang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012  Pasal 55. Pada ayat 1 disebutkan bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Sedangkan dalam ayat 2 pasal yang sama disebutkan, sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.

Salah satu wewenang yang perlu digarisbawahi adalah bahwa lembaga ini berwenang untuk menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Lalu apakah lembaga super ini dapat menjawab apa yang diharapkan untuk menanggulangi masalah seperti Bank Century tidak terulang lagi dengan dalil terjadinya krisis keuangan? Mengingat dalam pasal 1 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Institusi ini mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, serta pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.  Jawabannya, OJK masih bisa diintervensi oleh lembaga dan kementrian terkait, dan hal ini tidak jauh berbeda mekanismenya ketika masalah Bank Century.

Mengapa demikian? Karena dalam Pasal 45 ayat 1 dan 2 disebutkan. Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis.

Anggota dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan terdiri dari,  Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota,  dan  Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota. Walaupun disebutkan bahwa dalam pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Namun apabila hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Salah satu keputusan yang dihasilkan jika dalam keadaan tersebut, dapat terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat Lembaga Penjamin Simpanan.

Masih melekat istilah sistemik di ingatan kita ketika masalah bank Century dibahas baik di DPR maupun dalam diskusi dan debat kusir lainya. Namun kali ini, DPR terlihat cukup mahir atau mungkin terlalu terburu-buru dalam melihat celah agar mereka dilibatkan dalam keputusan yang dihasilkan oleh Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan nantinya. Karena dalam Pasal 46 ayat 1 disebutkan, kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak pengajuan persetujuan.

24 jam dalam perhitungan masa krisis yang bagi  DPR adalah waktu yang sangat mendesak. Mereka harus dapat memutuskan apabila suatu bank ingin diselamatkan misalnya. Kemungkinan akan menjadi masalah tersendiri dalam prakteknya, karena anggota dewan kita sudah terbiasa berjibaku dalam adu argumen apalagi dengan latar belakang alergi masalah “Century”. Ujung-ujungnya kalau terdesak karena waktu, DPR dapat menyerah dan terpaksa menyetujui atau malah menolak, dan apabila pilihan menolak ini berakibat sistemik pada stabilitas perekonomian atau bahkan keamanan bangsa dan negara maka kesalahan seperti Century akan berpindah tangan menjadi tanggung jawab DPR.
Share:

No comments:

Post a Comment