Home schooling atau sekolah rumah adalah pendidikan alternatif yang muncul dilatar belakangi karena banyaknya orangtua yang merasakan bahwa suasana pembelajaran di banyak sekolah sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Dalam metode ini anak menjadi subjek kurikulum, bukan objek. Kurikulum dan sekolah dalam hal ini adalah untuk anak, bukan sebaliknya, anak untuk sekolah dan kurikulum! Anak tidak terus menerus belajar di rumah, namun bisa di mana dan kapan saja asal kondisinya betul-betul menyenangkan dan nyaman seperti suasana di rumah.
Apakah yang ada di benak anda tentang home schooling? Seiring perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan, ada beberapa metode pembelajaran yang dapat ditempuh secara efisien bahkan praktis. Salah satunya home schooling. Tapi apakah home schooling juga berpengaruh baik untuk mental anak-anak? Bukan berarti anak-anak Indonesia menjadi seorang pemalas atau sekadar santai belajar di rumah. Biasanya bagi yang menjalankan sistem home schooling, mereka mempunyai komunitas sendiri, dan dapat saling bersosialisasi. Meskipun menggunakan istilah home schooling, tidak melulu sang anak harus belajar di rumah.
Saat ini home schooling sedang marak dibahas oleh media, meskipun metode pendidikan efisien yang bersifat kekeluargaan ini sudah muncul sejak lama. Peran orangtua memang berpengaruh khususnya dalam bidang pendidikan anaknya. Beberapa alternatif yang dapat ditempuh, misalnya kursus bahasa asing, kumon, dan sempoa. Kendala yang ada dan belum mendapat jawaban yang akurat adalah mengenai pengesahan ijazah dan sosialisasi. Apakah home schooling sudah diakui di Indonesia? Home schooling berarti tidak pergi ke sekolah dalam arti institusi (sekolah konvensional), namun materinya adalah yang diajarkan di sekolah konvensional. Begitu pun orangtua bisa memilih materi untuk pengajaran bagi anak-anaknya. Jadi tidak semua bahan pelajaran diberikan ke anak. Orangtua juga bisa ambil bagian, yaitu menjadi guru untuk sang anak, namun bisa juga memanggil guru dari luar untuk mengajar dan sebagainya.
Para home schooler (orang yang menggunakan metode home schooling) biasanya sebagian besar adalah orang orang yang pernah lama mengikuti pendidikan di luar negeri. Beragam alasan yang melatarbelakangi hal ini, salah satunya adalah anggapan bahwa meneruskan sekolah di Indonesia menyebabkan mereka turun kelas. Alasan lain adalah banyaknya orangtua yang merasakan bahwa suasana pembelajaran di banyak sekolah sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, hal ini juga yang melatarbelakangi muncul berbagai sekolah alternatif. Misalnya sekolah alam, yang mengajak siswanya belajar lebih banyak di alam. Anak tidak terlalu banyak belajar dalam ruangan yang serba kaku dan tertutup, namun lebih banyak berada di alam bebas. Ada pula sekolah alternatif lain yang membebaskan anak untuk belajar apa saja sesuai dengan minatnya. Di sini tidak ada kelas seperti halnya sekolah formal, fungsi guru lebih pada membimbing dan mengarahkan minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya.
Dari beragam sekolah alternatif setidaknya ada satu kesamaan, bahwa anak menjadi subjek kurikulum, bukan objek. Kurikulum dan sekolah dalam hal ini adalah untuk anak, bukan sebaliknya, anak untuk sekolah dan kurikulum! Anak tidak terus menerus belajar di rumah, namun bisa di mana dan kapan saja asal kondisinya betul-betul menyenangkan dan nyaman seperti suasana di rumah. Maka, jam belajarnya pun sangat lentur, yaitu dari mulai bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.
Di banyak negara maju, konsep persekolahan di rumah ini sudah mulai banyak dikembangkan. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, sudah banyak disusun kurikulum untuk persekolahan di rumah agar sistem pendidikannya memiliki konsep dan visi yang jelas. Tahun ini ada sekitar 1,8 juta anak di AS yang belajar dengan sistem persekolahan di rumah, dan diperkirakan tahun depan akan meningkat sampai sekitar 2,5 juta anak. Bagaimana dengan Indonesia? Sebetulnya bangsa kita sudah lama mengenal konsep home schooling ini, bahkan jauh sebelum sistem pendidikan Barat datang. Model pendidikan pondok pesantren misalnya, para kiai dan guru secara khusus mendidik anakanaknya sendiri. Demikian halnya kalangan keraton tempo dulu, mereka pun mendidik secara pribadi di rumah masing-masing daripada sekadar mempercayakan kepada orang lain. Tokoh besar semacam KH Agus Salim, Ki Hadjar Dewantara, atau Buya HAMKA juga mengembangkan cara belajar dengan sistem persekolahan di rumah ini. Dengan alasan ini apakah Anda selaku orang tua ingin mencoba?
No comments:
Post a Comment