A warm welcome to the President of Indonesia,
@SBYudhoyono,
to Twitter. Thank you for your participation in citizen conversations.
Demikian Twitter melontarkan kicauan selamat datang kepada SBY.
“Sambutan hangat kepada Presiden Indonesia, @SBYudhoyono ke Twitter.
Dengan demikian akun tersebut memperoleh verifikasi dari Twitter atau
verified account,
yang menunjukkan akun tersebut memang dimiliki Presiden SBY. Hal ini
tentu merupakan hal baru dalam bahasa komunikasi publik di negeri ini,
yang dinilai banyak pihak kurang peka terhadap aspirasi masyarakat.
Sebagai sebuah hal yang baru, banyak pihak kemudian menjadi
mempertanyakan banyak hal. Terlebih mengapa baru diakhir periode
pemerintahan, presiden pada akhirnya membuka akses komunikasi publik
melalui media sosial seperti twitter.
Selanjutnya ada pula yang bertanya tentang
orisinalitas ide, dengan membandingkan akun twitter presiden SBY dengan
akun twitter presiden AS Barrack Obama yang kebetulan memiliki banyak
kemiripan. Yang tentu saja sangat mudah untuk dikofirmasi dengan
membandingkan kedua akun tersebut secara langsung di internet. Tetapi
terlepas dari itu semua Presiden Barrack Obama telah membuktikan betapa
pentingnya keberadaan media sosial hari ini. Sebab jauh hari sebelum
mengikuti pemilihan Presiden, Barrack Obama telah berkomunikasi secara
teratur di Twitter. Maka begitu mendapat dukungan luas untuk maju
sebagai calon presiden, dia memaksimalkan komunikasinya pada media
Twitter. Setelah berhasil menjadi Presiden AS, dia menyampaikan terima
kasih kepada pengikutnya, lalu secara rutin memposting status. Dan
ketika dia maju bertarung sebagai presiden untuk periode kedua,
kuantitas dan kualitas komunikasinya ditingkatkan hingga ke titik nadir.
Melalui keberadaan akun twitter resmi
Presiden SBY dan Presiden Barrack Obama hal yang bisa kita pelajari,
adalah terdapat perbedaan konteks dan latar belakang dengan apa yang
sudah terjadi diantara kedua negara. Perbedaan kultur budaya, tingkat
pendidikan mayoritas penduduk hingga keterbukaan informasi dalam
dinamika demokrasi. Terlebih disaat kebijakan presiden selaku kepala
negara dan pemerintahan tidak kemudian menjadi kebijakan umum pejabat di
negeri ini. Padahal dari sudut pandang positif, apa yang telah
dilakukan oleh Presiden SBY tidak lain adalah upaya untuk “mencipta”
satu budaya baru, yaitu budaya berkomunikasi lintas status sosial.
Komitmen Perubahan
Jika pada awalnya Anda sering mendengar “Berpikirlah sebelum Anda
berbicara” karena setiap kata bisa menjadi bumerang, sekarang, berpegang
pada itu tidak cukup. Di era media sosial yang mempengaruhi kita semua,
Anda perlu memikirkan sebuah slogan baru dan juga ingat ini setiap saat
“Berpikirlah sebelum Anda menge-tweet.” Facebook, Twitter, dan media
sosial lainnya saat ini telah menjadi alat branding yang efektif.
Siapapun dapat menggunakan media sosial dan menggunakannya untuk
kepentingannya masing-masing. Apa yang terjadi di Jawa Timur dimana
pasangan petahana Sukarwo-Saifulloh Yusuf membuka akun
@KarSaKita misalnya, menunjukkan bahwa media sosial telah dianggap efektif untuk mengkampanyekan ide-ide mereka.
Hal dapat dibuktikan dengan hasil survey
tahun 2012 yang dilakukan oleh Pingdom sebuah perusahaan website
monitoring yang berbasis di swedia, menyebutkan bahwa pengguna internet
sekitar 2,4 miliar diseluruh dunia sedang 1,1 miliar berasal dari Asia.
Dari jumlah tersebut 200 juta adalah pengguna twitter aktif dengan
rata-rata tweet mengirim 175 tweet setiap hari yang berarti setiap
pengguna twitter mengirim 307 tweet. Hal ini seiring dengan meningkatnya
pengguna smartphone pada tahun 2012 yang berjumlah 1,1 miliar. Sehingga
pengguna internet di Asia adalah 40% dari keseluruhan pengguna internet
dunia. Oleh sebab itu perkembangan media sosial dapat dikatakan
memiliki peran yang cukup signifikan sebagai media komunikasi. Terlebih
masyarakat Indonesia saat menjadi pelanggan setia dua sosial media besar
dunia. Dengan peringkat ke-3 untuk pengguna twitter dan ke-4 sebagai
pengguna facebook mencapai 42,3 juta orang atau dibawah Amerika Serikat
157 juta, Brasil 47 juta dan India 45,8 juta.
Dengan semakin terjangkaunya internet dan
semakin tingginya mobilitas, media sosial (social media) tidak hanya
menjadi channel yang semakin digandrungi untuk
berkomunikasi, tapi juga mengubah cara orang berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya. Keistimewaan media sosial, seperti yang dilansir
banyak pihak, adalah pada kecepatan dan interaktivitas komunikasi yang
terjadi. Dengan media sosial, pengguna dapat menyebarkan berita maupun
ide, mendapatkan komentar dan feedback, mengembangkannya lebih lanjut,
serta berdiskusi dengan berbagai pihak di seluruh penjuru dunia.
Media sosial tidak hanya mendekatkan jarak
dan merapatkan waktu, tetapi juga memiliki potensi untuk mendorong
terjadinya perubahan sosial. Hal tersebut dikemukakan oleh Aaker dan
Smith (2010) dalam buku The Dragonfly Effect. Mereka menyampaikan bahwa
dengan penanganan yang tepat, media sosial dapat mendorong terjadinya
perubahan sosial yang diharapkan. Turut pula dalam perubahan sosial
tersebut adalah perubahan budaya. Sebab komunikasi adalah pondasi budaya
dan tidak akan ada budaya tanpa komunikasi, sebagaimana yang pernah
disampaikan Stanley J. Barran dalam Introduction to Mass Communication:
Media Literacy and Culture (1999: 9).
Apa yang terjadi di Indonesia dengan
menguatnya penggunaan media sosial haruslah dijadikan momentum perubahan
yang positif. Meski kehadiran media sosial sendiri pun dapat memiliki
dampak negatif. Sehingga keberadaan akun
@SBYudhoyono
pun perlu kita pandang sebagai ajakan perubahan cara pandang yang lebih
luas dalam melihat apa yang terjadi pada lingkungan di sekitarnya.
Sebagai budaya baru, budaya komunikasi lintas status sosial untuk
memperkuat semangat persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa yang
berbhineka tunggal ika. Bukan budaya kekerasan yang semakin sering kita
saksikan dan kita baca di media cetak dan elektronik.
Dan bagi para pemimpin politik, semoga
refleksi kebebasan dan keterbukaan atas adanya media sosial mampu
menjadi bahasa komunikasi politik di negeri ini. Dimana dalam ranah
media sosial, aksi haruslah semudah one-click away terlebih jika itu
menyangkut kepentingan rakyat. Sebab keberhasilan Presiden AS ke 44
Barrack Obama tidak hanya dilihat dari jumlah pengikut yang luar biasa
banyaknya di ranah media sosial, yang hampir mencapai 5 juta pengikut.
Namun juga dari kesetiaan dan kepercayaan pendukung untuk melakukan
berbagai aktivitas dalam rangka memuluskan ia untuk menjadi presiden. Sekarang akankah kita berlaku demikian ?