Dalam menganalisis dan menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan dilakukan perhitungan analisis rasio yang dapat memberikan gambaran kepada penganalisis mengetahui keadaan keuangan perusahaan dan juga dibandingkan dengan data pembandingnya. Menurut Weston et al. (1998) menulis, “Dari sudut investor, meramalkan masa mendatang merupakan hal terpenting dari analisis laporan keuangan, sedangkan dari sudut manajemen, analisis laporan keuangan berguna sebagai cara untuk mengantisipasi keadaan di masa mendatang dan, yang lebih penting, sebagai titik tolak bagi tindakan perencanaan yang akan mempengaruhi jalannya kejadian di masa mendatang”(h. 294).
Mengacu pada pendapat Munawir (2002) menyatakan bahwa analisis rasio merupakan suatu perhitungan analisis berdasarkan pos-pos yang ada pada satu laporan atau kombinasi antar laporan yang digunakan untuk menentukan tingkat likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas perusahaan. Dengan mengacu pada pendapat Munawir (2002) mengklasifikasikan analisis rasio keuangan menjadi sebagai berikut: rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio rentabilitas.
1. Rasio Likuiditas/Liquidity Ratios
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansiilnya sesegera mungkin pada saat ditagih dan dalam membiayai operasinya. Apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya tepat waktu maka perusahaan tersebut dalam keadaan likuid sedangkan bila tidak mampu memenuhinya, berarti dalam keadaan ilikuid. Yang termasuk dalam rasio likuiditas antara lain:
a. Rasio lancar/current ratio
Rasio lancar dapat digunakan untuk menunjukkan nilai aktiva lancar terhadap hutang lancar. Rasio ini memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tagihan jangka pendeknya. Semakin besar rasio ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rumusnya sebagai berikut:
Current ratio = Current assets
Current liabilities
b. Rasio cepat/quick or acid-test ratio
Rasio cepat dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya tanpa memperhitungkan persediaan yang dimiliki, karena persediaan memerlukan waktu yang cukup lama untuk segera dijadikan uang tunai. Semakin besar rasio ini semakin baik. Rumusnya sebagai berikut:
Quick or acid-test ratio = Current assets – Inventories
Current liabilities
c. Cash Ratio atau Ratio of Immediate Solvency
Cash Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid assets). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Cash Ratio = (Kas + Efek )/Kewajiban Lancar
d. Quick Ratio atau Acid Test Ratio
Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid (liquid assets), rumus quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = (Kas + Efek + Piutang)/Kewajiban Lancar
e. Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut :
Working Capital Ratio = (Aktiva Lancar + Kewajiban Lancar)/Jumlah Aktiva
2. Rasio Leverage
Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan berasal dari hutang atau modal, sehingga dengan rasio ini dapat diketahui posisi perusahaan dan kewajibannya yang bersifat tetap kepada pihak lain serta keseimbangan nilai aktiva tetap dengan modal yang ada. Sebaiknya komposisi modal harus lebih besar dari hutang.
Yang termasuk dalam rasio leverage antara lain:
a. Rasio total hutang terhadap total aktiva/debt ratio
Rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukkan besarnya total hutang terhadap keseluruhan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini hanya merupakan persentase dana yang diberikan oleh kreditor bagi perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Debt ratio = Total liabilities x 100 %
Total assets
b. Rasio total hutang terhadap total ekuitas/debt to equity ratio
Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar jumlah rupiah modal sendiri yang dijaminkan atas hutang. Semakin besar rasio ini akan semakin menguntungkan perusahaan, sedangkan bagi pihak bank akan mengakibatkan semakin besar risiko yang ditanggungnya. Rumusnya sebagai berikut:
Debt to equity ratio = Total liabilities x 100 %
Common equity
TD Equity = (Hut. Lancar + Hut. Jangka Panjang)/Jumlah Modal Sendiri
c. Rasio kemampuan membayar bunga (times-interest earned ratio)
Rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam membayar beban bunga dan memenuhi pembayaran bunga bagi kreditor. Rumusnya sebagai berikut:
Times-interest earned ratio = EBIT / Interest expense
d. Total Debt To Total Capital Assets
Ratio ini digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumusnya sebagai berikut :
TD Capital Assets = (Aktiva Lancar + Hutang Jangka Panjang) / Jml Aktiva
e. Long Term Debt to Equity Ratio
Ratio ini digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut :
LTD Equity Ratio = Hutang Jangka Panjang / Modal Sendiri
f. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah sebagai berikut :
TAD Coverage =( Jml Aktiva + Tangible + Hutang Lancar)/Hutang Jangka Panjang
3. Rasio Aktivitas/Activities Ratios
Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari baik dalam penjualan, penagihan piutang, dan pemanfaatan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Yang termasuk dalam rasio aktivitas antara lain:
a. Perputaran piutang usaha/accounts receivable turnover
Rasio ini menunjukkan besarnya modal kerja yang tertanam dalam piutang dan berapa kali piutang rata-rata ditagih dalam periode tersebut. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin rendah modal kerja yang ditanamkan dalam piutang. Rumusnya sebagai berikut:
Account receivable turnover = Sales / Average account receivable
b. Periode penagihan rata-rata/days sales outstanding
Rasio ini menunjukkan berapa lamanya dana perusahaan yang ditanamkan dalam piutang dan rata-rata waktu untuk menagih atau mencairkan piutang. Semakin kecil rasio ini semakin baik bagi perusahaan karena semakin cepat piutang dapat dicairkan. Rumusnya sebagai berikut:
Days sales outstanding = 360 / Average account receivable turnover
c. Rasio perputaran persediaan/inventory turn over ratio
Rasio ini menunjukkan posisi persediaan dan berapa kali dana yang ditanamkan dalam persediaan berputar pada suatu periode. Semakin besar turn over berarti semakin baik bagi perusahaan karena dianggap penjualan berjalan dengan cepat. Rumusnya sebagai berikut:
Inventory turnover ratio = COGS / Average inventories
d. Rasio perputaran aktiva tetap/fixed assets turn over
Rasio ini menunjukkan berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar pada suatu periode dan seberapa efektif perusahaan dalam menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena kemampuan aktiva tetap dalam melakukan penjualan tinggi. Rumusnya sebagai berikut:
Fixed assets turnover ratio = Sales / Net fixed assets
e. Rasio perputaran total aktiva/total assets turn over ratio
Rasio ini mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Total assets turnover ratio = Sales / Total assets
4. Rasio Rentabilitas/Rentability Ratios
Rasio rentabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan kesuksesannya dalam menggunakan aktiva secara produktif, maka rentabilitas itu dapat diketahui dengan membandingkan antara laba dengan modal perusahaan tersebut.
Yang termasuk dalam rasio rentabilitas antara lain:
a. Rasio laba kotor atas penjualan (gross profit ratio)
Rasio ini menunjukkan berapa besar laba kotor yang dapat diperoleh perusahaan untuk setiap rupiah penjualan pada periode yang sama. Rumusnya sebagai berikut:
Gross profit ratio = Gross profit x 100 %
Sales
b. Rasio laba bersih atas penjualan/net margin on sales
Rasio ini digunakan untuk mengukur laba bersih yang diperoleh pada tingkat penjualan yang telah dilakukan dan kemampuan perusahaan dalam mengendalikan biaya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba cukup tinggi. Rumusnya sebagai berikut:
Net margin on sales = Net income x 100 %
Sales
c. Pengembalian atas total aktiva/Return On total Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang telah ditanamkan pada aktiva untuk operasi perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Rasio ini juga menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Return On total Assets (ROA) = Net income x 100 %
Total assets
d. Pengembalian atas ekuitas/Return On Equity (ROE)
Rasio ini mengukur tingkat efisiensi modal sendiri dan menunjukkan laba bersih yang dapat diperoleh dari modal pemilik. Semakin tinggi rasio ini semakin memperkuat posisi modal pemilik perusahaan. Rumusnya:
e. Laba per saham/Earning Per Share (EPS)
Walsh, C. (2003) seperti yang diterjemahkan oleh Haikal, S. menyatakan, “Angka ini memberikan informasi tentang berapa laba yang diperoleh pemegang saham biasa atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Kita tidak perlu membandingkan laba per saham satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, karena bisa saja suatu perusahaan memiliki saham dalam jumlah yang besar tetapi berdenominasi kecil atau memiliki jumlah saham yang lebih sedikit tetapi berdenominasi lebih besar” (h. 148-149).
Return On Equity (ROE) = Net income x 100 %
Common equity
Rumusnya sebagai berikut:
Earning Per Share = Earning After Taxes
Number of shares
f. Operating Income Ratio atau Operating Profit Margin
Dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan. Rumusnya adalah sebagai berikut :
OIR = (Penjualan Bersih – HPP – Biaya2)/Penjualan Bersih
g. Net Earning Power Ratio atau Rate Of Return On Investment (ROI)
ROI digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumusnya sbb :
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak / Jumlah Aktiva
h. Rate Of Return for Owners atau Rate of Return on Net Worth
Digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Rumusnya adalah:
Rate of Return For Owners = Laba Bersih Setelah Pajak / Jumlah Modal Sendiri
g. Operating Ratio
Operating Ratio digunakan untuk mengukur biaya operasi per rupiah penjualan, semakin kecil angka rasio menunjukan kinerja yang semakin baik. Rumusnya sebagai berikut :
Operating Ratio = (HPP + By Adm.Penjualan & Umum)/Penjualan Bersih
Manfaat dan Keterbatasan Analisis Rasio
Sebelum diketahui manfaat yang dapat diperoleh dari analisis rasio yang digunakan, sebaiknya diketahui terlebih dahulu maksud dilakukannya analisis terhadap laporan keuangan yaitu dengan mempelajari hubungan dan tendensi yang ada diharapkan dapat menentukan posisi dan kondisi keuangan serta hasil operasi perusahaan maupun perkembangannya di masa yang akan datang.
Weston dan Brigham (1998) menyatakan, “Analisis rasio digunakan oleh tiga kelompok utama:
- Manajer, yang menggunakan rasio-rasio tersebut untuk menganalisis, mengendalikan, dan memperbaiki operasi perusahaan;
- Analisis kredit, seperti petugas kredit bank atau analis yang menetapkan peringkat obligasi (di AS), yang menganalisis rasio untuk menentukan kemampuan suatu perusahaan membayar hutangnya; dan
- Analisis sekuritas, yaitu analis saham yang berkepentingan atas efisiensi dan prospek pertumbuhan perusahaan, dan analis obligasi yang berkepentingan atas kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pokok obligasi serta nilai likuidasi aktiva dalam hal terjadinya kepailitan”(h. 312-313).
Weston et al. (1998) menyatakan, “Kita juga harus memperhatikan bahwa meskipun analisis rasio dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan operasi dan keadaan keuangan perusahaan, namun di dalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang memerlukan kehati-hatian dan pertimbangan. Sebagian dari masalah tersebut adalah sebagai berikut:
- Banyak perusahaan besar mengoperasikan beberapa divisi yang berbeda pada industri yang sangat berlainan, dan dalam keadaan semacam itu sukarlah untuk mendapatkan rata-rata industri yang bisa digunakan sebagai bahan pembanding yang tepat.
- Hampir semua perusahaan ingin berprestasi di atas rata-rata (meskipun pada kenyataannya separuh akan di bawah dan separuh lagi di atas rata-rata), sehingga pencapaian prestasi rata-rata semata belumlah harus dinyatakan baik.
- Inflasi menyebabkan distorsi besar pada neraca - nilai yang tercatat di neraca kerap kali sangat berbeda dari nilai yang sebenarnya.
- Faktor-faktor musiman juga menyebabkan ketimpangan pada analisis rasio.
- Perusahaan dapat menggunakan teknik “window dressing”(teknik untuk mempercantik laporan keuangan) agar laporan keuangannya kelihatannya lebih baik bagi analisis kredit.
- Perbedaan praktek operasi dan akuntansi bisa menyebabkan distorsi dalam perbandingan.
- Sebenarnya sukar untuk menetapkan secara pasti apakah suatu rasio baik atau buruk.
- Suatu perusahaan bisa mempunyai sejumlah rasio yang kelihatan baik sedangkan rasio lainnya jelek, sehingga sulit untuk mengatakan apakah secara keseluruhan perusahaan ini baik atau buruk”(h. 313-314).